Contoh Kesimpulan
KESIMPULAN TERGUGAT ATAS
REPLIK PENGGUGAT DALAM
PERKARA PERDATA NOMOR :
29/Pdt.G/2014/PN.BSK
Untuk dan atas nama Pemerintah Daerah c.q Bupati Tanah
Datar (Tergugat) dalam Perkara Perdata Nomor : 29/Pdt.G/2014/PN.BSK,
dengan ini perkenankanlah kami menyampaikan KESIMPULAN TERGUGAT dalam Gugatan Perdata Register Perkara No.29/Pdt.G/2014/PN.BSK.
Bahwa segala hal yang dikemukakan oleh Tergugat dalam Eksepsi
dan Jawaban tertanggal 3 Maret 2015 dan Duplik tertanggal 17 Maret 2015, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari KESIMPULAN
ini.
Bahwa pada tanggal 3 Maret 2015, TERGUGAT telah mengajukan
Eksepsi dan Jawaban terhadap Gugatan Penggugat, yang pada pokoknya sebagai
berikut :
I.
EKSEPSI DAN JAWABAN TERGUGAT
A.
DALAM EKSEPSI
1.
Pengadilan Negeri Tidak
Berwenang Untuk Memeriksa dan Mengadili Perkara a quo.
a. Bahwa gugatan Penggugat
didasarkan atas perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat dengan tidak memperpanjang IUP Eksplorasi Penggugat selama 8 (delapan)
tahun terhitung sejak 8 Januari 2009 sampai dengan 7 Januari 2017.
b. Bahwa tindakan atau perbuatan
Tergugat dalam memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi merupakan
tindakan atau perbuatan administrasi negara oleh pejabat tata usaha negara yang
diberikan kewenangan secara atributif menurut Undang--Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
c.
Bahwa
tindakan atau perbuatan sebagaimana dimaksud melalui surat keputusan dalam
bentuk izin (vergunning), sebagai instrument yuridis pemerintahan.
d. Instrumen yuridis tersebut
adalah dalam rangka tugas dan kewenangan pemerintah dalam menciptakan dan
menjaga ketertiban, keteraturan dan keamanan. Oleh karenanya instrument yuridis
ini merupakan bagian dari fungsi pengaturan yang dimiliki oleh pemerintah. Sebagai
instrument yuridis pemerintahan, oleh karenanya tindakan atau perbuatan
Tergugat harus dipandang sebagai perbuatan atau tindakan dalam kerangka hukum administasi
negara yang bersifat konkret, final dan individual.
e. Sejalan dengan hal tersebut
menurut Sjachran Basah, “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontrol berdasarkan persyaratan
dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (Sjahran Basah. 1995:30)
f.
Bahwa
perbuatan Tergugat yang menerbitkan izin atau tidak menerbitkan izin haruslah
dipahami sebagai tindakan hukum pemerintah yang berada dan dijalankan dalam
lapangan hukum publik, dimana tindakan atau perbuatan dimaksud dalam
kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan
yang memiliki tugas dan tanggungjawab. Bahwa perbuatan tersebut dilaksanakan
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum
dibidang hukum administrasi negara dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara
dan rakyat.
g. Bahwa apabila kemudian dalam
dalilnya Penggugat menyatakan tindakan Tergugat yang tidak memproses
perpanjangan IUP Eksplorasi Penggugat sebagai perbuatan melawan hukum, oleh
karenanya harus dibuktikan dalam suatu peradilan administrasi negara dalam hal
ini peradilan tata usaha negara.
h. Bahwa berdasarkan Pasal 47
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2009, menyebutkan :
“Pengadilan bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”.
i.
Tentang
sengketa Tata usaha Negara (TUN) diatur dalam Pasal 1 angka 4 yakni :
“Sengketa Tata Usaha Negara
adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun
di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
j.
Bahwa
dalam dalilnya Penggugat angka 11 menegaskan, tindakan Tergugat yang tidak
memperpanjang IUP Eksplorasi Penggugat bertentangan dengan Pasal 42 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
merupakan perbuatan melawan hukum.
k. Bahwa tindakan Tergugat yang
tidak memproses perpanjangan IUP Eksplorasi Penggugat, harus dipahami bahwa
Tergugat telah menerbitkan ketetapan
(beschiking) yang merupakan ketetapan (beschiking) yang bersifat fiktif negatif sebagai pejabat
tata usaha negara yang memiliki kewenangan untuk hal dimaksud. Hal ini sesuai
dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yakni sebagai berikut :
“Apabila Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi
kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara”
l.
Berdasarkan
hal tersebut menurut hemat kami, apabila Penggugat merasa keberatan atas
tindakan atau perbuatan Tergugat, maka bukanlah kewenangan Peradilan Negeri
untuk menguji tindakan administrasi Pejabat Tata Usaha Negara dalam menerbitkan
atau tidak menerbitkan keputusan tata usaha negara dalam hal ini Izin Usaha
Eksplorasi Pertambangan yang dimohonkan PT. Selaras Bumi Banua terhadap Tergugat.
m. Bahwa dalam petitumnya
Penggugat memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan : Menyatakan
Penggugat berhak atas IUP Eksplorasi dengan Komoditas Tambang Bijih Besi dengan
wilayah/lokasi Usaha Pertambangan di Nagari Tanjung Barulak dan III Koto,
Kecamatan Batipuh dan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera barat,
Kode Wilayah 02.07-05.05.TD, Luas 351,4 Ha selama 8 (delapan) tahun semenjak 8
Januari 2009 sampai dengan 7 Januari 2017. Oleh karena itu secara jelas dan terang bahwa Penggugat
memohon hak atas IUP Eksplorasi dalam hal ini dalam bentuk instrumen yuridis
berupa Ketetapan IUP Eksplorasi oleh Tergugat. Dimana terhadap hal tersebut
haruslah dipahami hak yang dimohonkan adalah berupa IUP Eksplorasi.
2.
Gugatan Penggugat Tidak didasarkan pada Dasar Hukum yang Benar
a. Bahwa dalam petitum
(tuntutan)nya Penggugat memohon Majelis Hakim agar memberikan putusannya dengan
amar : Menyatakan Penggugat berhak atas IUP Eksplorasi dengan Komoditas Tambang
Bijih Besi dengan wilayah/lokasi Usaha Pertambangan di Nagari Tanjung Barulak
dan III Koto, Kecamatan Batipuh dan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi
Sumatera Barat, Kode Wilayah 02.07-05.05.TD, luas 351, 4 Ha selama 8 (delapan)
tahun semenjak 8 Januari 2009 sampai dengan 7 Januari 2017 ;
b. Bahwa hal tersebut jelas
tidak didasarkan pada landasan dan dasar hukum yang benar, sebab menurut hemat
kami izin yang diterbitkan oleh Tergugat jelas telah sesuai dengan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan jo Pasal 9
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan yang selanjutnya telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara jo Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara sebagaimana terakhir telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014.
c.
Bahwa
perizinan pertambangan yang diberikan kepada Penggugat pada awalnya dikenal
dengan Kuasa Pertambangan menurut Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan jo Pasal 9 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, dimana Kuasa
Pertambangan Eksplorasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun. Bahwa
selanjutnya terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara jo Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara sebagaimana terakhir telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, maka Kuasa Pertambangan yang
diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum
ditetapkannya peraturan perundang-undangan dimaksud, tetap diberlakukan sampai
jangka waktu berakhir serta wajib disesuaikan menjadi IUP (izin Usaha
Eksplorasi). Dimana IUP Eksplorasi diberikan paling lama 8 (delapan) tahun.
d. Bahwa berdasarkan hal
tersebut Tergugat telah menerbitkan Kuasa Pertambangan bagi Penggugat dengan
Keputusan Bupati Nomor : 543/001/KP-TD-2007 tentang Pemberian Kuasa
Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Bijih Besi kepada PT. Selaras Bumi Banua
(KW 02.0007.TD), tanggal 8 Januari 2007.
e. Bahwa selanjutnya Tergugat
telah melakukan penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi IUP Eksplorasi
dengan Keputusan Bupati Tanah Datar
dengan menjadi IUP Eksplorasi yang berakhir hingga tanggal 7 Januari 2014.
f.
Bahwa
pemahaman Penggugat yang menyatakan IUP berakhir sampai dengan 7 Januari 2014,
jelas adalah pemahaman yang keliru sebab IUP Ekplorasi yang diberikan menjadi
10 tahun, sementara menurut ketentuan UU No. 4 Tahun 2009, IUP Eksplorasi
diberikan paling lama 8 (delapan) tahun.
g. Bahwa pada pokoknya petitum
(tuntutan) Penggugat dibebankan kepada Tergugat, dimana tuntutan Penggugat
adalah dalan bentuk hak berupa IUP Eksplorasi. Oleh karenanya konsekuensi
hukumnya Tergugat harus melaksanakan tuntutan Penggugat sejak dibacakannya
putusan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.
h. Bahwa hal tersebut jelas
tidak dapat dilaksanakan oleh Tergugat, mengingat tugas dan kewenangan Tergugat
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
i.
Bahwa
berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, maka Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.
Dimana merujuk pada Matriks
Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Sub
Bidang Batubara dan Mineral, maka penerbitan Izin Usaha Pertambangan mineral
logam dan batubara dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin
usaha pertambangan Daerah yang berada dalam (satu) Daerah provinsi termasuk
wilayah laut sampai dengan 12 mil laut merupakan kewenangan propinsi dalam hal
ini Gubernur Propinsi Sumatera Barat.
j.
Bahwa
dengan demikian semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka Tergugat tidak memiliki kewenangan
untuk menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Berdasarkan
uraian di atas , menurut hemat kami
Gugatan Penggugat tidak didasarkan pada dasar hukum yang benar, agar Tergugat
mengakui hak atas IUP Eksplorasi dan memberikan jaminan atas IUP Produksi
kepada Penggugat. Oleh karenanya mohon Majelis Hakim yang memeriksa perkara a
quo agar berkenan untuk menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan
gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard).
3.
Gugatan Penggugat mengandung
Cacat Error in Persona
a. Bahwa berdasarkan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
maka Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.
Dimana merujuk pada Matriks
Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Sub
Bidang Batubara dan Mineral, maka penerbitan Izin Usaha Pertambangan mineral
logam dan batubara dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin
usaha pertambangan Daerah yang berada dalam (satu) Daerah provinsi termasuk
wilayah laut sampai dengan 12 mil laut merupakan kewenangan propinsi dalam hal
ini Gubernur Propinsi Sumatera Barat.
b. Bahwa gugatan a quo ditujukan
kepada Tergugat agar mengakui hak Penggugat, maka pengakuan hak tersebut harus
didasarkan pada kewenangan yang dimiliki Tergugat. Oleh karenanya antara
Penggugat dan Tergugat tidak memiliki hubungan hukum dengan apa yang menjadi
permohonan Penggugat.
c.
Bahwa
terbitnya IUP Eksplorasi Penggugat didasarkan pada surat dukungan Tigo Tungku
Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto), yang sebagai persyaratan yang
harus dipenuhi oleh Penggugat, mengingat tanah yang menjadi lokasi kegiatan
eksplorasi biji besi Penggugat merupakan tanah adat.
d. Bahwa dengan adanya penarikan dukungan dari Tigo Tungku
Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto), maka Penggugat wajib untuk
memperoleh dukungan kembali dari Tigo Tungku Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali
Nagari III Koto).
e. Berdasarkan hal tersebut,
apabila Penggugat merasa dirugikan akibat tidak dipenuhinya perpanjangan IUP
Eksplorasi Penggugat, maka Tigo Tungku Sajarangan dalam hal ini KAN, BPRN dan
Wali Nagari III Koto yang harus bertanggungjawab.
f.
Bahwa
mengingat Tergugat tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan Izin Usaha
Pertambangan (IUP), maka karenanya Tergugat tidak memiliki kapasitas sebagai
Tergugat dalam perkara a quo. Oleh sebab itu gugatan Penggugat mengandung cacat
hukum, sehingga dengan demikian patut ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan
tidak dapat diterima.
4.
Gugatan Penggugat Kurang
Pihak
a. Bahwa Penggugat dalam gugatan
mengajukan gugatan terhadap Tergugat yang didasarkan pada asumsi bahwa Tergugat
yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan IUP, padahal Tergugat tidak lagi
memiliki kewenangan untuk menerbitkan IUP sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Bahwa kewenangan penerbitan
IUP merupakan kewenangan daerah propinsi dalam hal ini Propinsi Sumatera Barat.
Oleh karena sudah sepantasnya Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dalam hal ini
Gubernur Sumatera Barat juga harus digugat.
c.
Bahwa
tidak diperpanjangnya IUP Eksplorasi Penggugat karena adanya penarikan dukungan
dari Tigo Tungku Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto) yang semula
mendukung kegiatan eksplorasi biji besi yang dilakukan oleh Penggugat.
d. Bahwa apabila Penggugat
merasa dirugikan, maka hal tersebut akibat tindakan sepihak KAN, BPRN dan Wali
Nagari III Koto yang menarik dukungannya sebagai syarat penerbitan perpanjangan
IUP Eksplorasi. Oleh karenanya sepantas Penggugat mengajukan tuntutan terhadap
Tigo Tungku Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto)
e. Faktanya Penggugat tidak
mengikutsertakan Gubernur Sumatera Barat yang memiliki kewenangan menerbitkan
IUP dan Tigo Tungku Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto)yang
merugikan Penggugat dengan menarik dukungannya atas kegiatan eksplorasi biji
besi.
f.
Bahwa
sesuai dengan Hukum Acara Perdata, gugatan Penggugat yang tidak lengkap atau
tidak sempurna karena kurang pihak dapat dinyatakan tidak dapat diterima.
Hal
ini telah menjadi pendirian Mahkamah Agung RI dalam putusannya No.78 K/Sip/1972
tanggal 11 Oktober 1975 yang menegaskan :
“ Gugatan kurang pihak atau
tidak lengkap atau kekurangan formil, harus dinyatakan tidak dapat diterima”.
Demikian
pula bahwa dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1421/K/Sip/1975 tanggal 8 Juni
1976, menyatakan :
“ Bahwa tidak dapat
diterimanya gugatan ini adalah karena kesalahan formil mengenai pihak yang seharusnya
digugat, akan tetapi belum digugat”.
Berdasarkan
uraian tersebut, Tergugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili
dan memutus perkara ini berkenan untuk menolak gugatan Penggugat atau
setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
Onvankelijke Verklaard).
5.
Gugatan Penggugat Obscur
Libel (tidak jelas dan kabur)
a. Bahwa yang menjadi dasar gugatan a quo adalah
perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata yang
dilakukan oleh Tergugat yakni sebagai berikut :
“
Tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.
b. Berdasarkan
hal tersebut, maka setiap gugatan perbuatan melawan hukum haruslah menguraikan
perbuatan/ tindakan apa yang dilakukan oleh Tergugat yang menimbulkan kerugian
bagi Penggugat dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh Tergugat.
c.
Bahwa dalam gugatannya Penggugat tidak
menguraikan kerugian yang diderita oleh Penggugat atas perbuatan hukum Tergugat
baik itu bersifat kekayaan / materil (vermogensschade) maupun yang bersifat idiil
(moril).
d. Bahwa selanjutnya didalam
petitum Penggugat memohon kepada Majelis Hakim untuk memberikan putusan
“Menyatakan Penggugat berhak atas IUP Eksplorasi dengan komoditas Tambang Bijih
Besi dengan wilayah/lokasi Usaha Pertambangan di Nagari Tanjung barulak dan III
Koto Kecamatan Batipuh dan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera
barat, Kode Wilayah 02.07-05.05.TD, Luas 351,4 Ha selama 8 (delapan) tahun
semenjak 8 Januari 2009 sampai dengan 7 Januari 2017.
e. Petitum
Penggugat dimaksud tidak menyatakan perbuatan Tergugat untuk menerbitkan dalam bentuk izin, melainkan menyatakan Penggugat berhak atas
IUP Eksplorasi. Bahwa hak sebagaimana dimaksud telah dijamin oleh UU No.9 Tahun
2004 sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
f.
Berdasarkan hal tersebut , maka gugatan
Penggugat tidak jelas dan kabur serta tidak terdapat kesesuaian antara dalil
dengan petitumnya.
Hal
ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI No.67/K/Sip/1975 tanggal 13 Mei
1975 yang menegaskan sebagai berikut : “Bahwa karena petitum tidak sesuai
dengan dalil-dalil gugatan (posita), maka permohonan kasasi diterima dan
putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibatalkan”.
Pendirian yang demikian ditegaskan kembali dalam putusan
Mahkamah Agung RI No.28/K/Sip/1973 tanggal 15 November 1975 sebagai berikut :“…karena rechsfeiten diajukan bertentangan
dengan petitum gugatn harus ditolak”.
Berdasarkan
uraian tersebut, Tergugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili
dan memutus perkara ini berkenan untuk menolak gugatan Penggugat atau
setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
Onvankelijke Verklaard).
B.
DALAM POKOK PERKARA
Bahwa
Tergugat menolak dengan tegas dalil-dalil Penggugat kecuali dalil-dalil yang
diakui dengan tegas kebenarannya oleh Tergugat ;
Bahwa
dalil-dalil yang dikemukan oleh Tergugat dalam Eksepsi di atas mohon dianggap
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (integral) dengan dalil-dalil
dalam pokok perkara ;
Tanggapan Terhadap Dalil angka 10 dan 13
Gugatan
1.
Bahwa
Tergugat menolak dengan tegas dalil angka 10 dan 13 Gugatan yang menyatakan “
seharusnya berdasarkan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan : IUP Eksplorasi untuk
pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8
(delapan) tahun, maka secara mutatis mutandis IUP Eksplorasi Pengugat adalah 8
Januari 2009 sampai dengan 7 Januari 2017.
2.
Bahwa
pemahaman Penggugat di atas, jelas tidak didasarkan pada pemahaman hukum yang
benar. Mengingat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, menentukan IUP Eksplorasi
diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun dalam hal permohonan
IUP yang baru. Sementara IUP yang dimiliki Penggugat merupakan izin yang
diberikan oleh Tergugat sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
dalam bentuk Kuasa Pertambangan berdasarkan Keputusan Bupati Tanah Datar
Nomor : 543/001/KP-TD-2007 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi
Bahan Galian Bijih Besi kepada PT. Selaras Bumi Banua (KW 02.0007.TD), tanggal
8 Januari 2007 yang diberikan selama 2 (dua) tahun.
3.
Bahwa
berdasarkan amanat Pasal 112 angka 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2012, maka terhadap Kuasa Pertambangan dilakukan penyesuaian menjadi IUP
Eksplorasi dengan jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun sejak
diterbitkannya IUP Eksplorasi (Kuasa Pertambangan)
4.
Bahwa
Penggugat telah keliru dalam menafsirkan jangka waktu pemberian IUP untuk penyesuaian terhadap Kuasa Pertambangan
yang telah ada, dan tidak didasarkan pada penafsiran yang benar, dimana jangka
waktu IUP Eksplorasi ditafsirkan terhitung semenjak 8 Januari 2009 sampai
dengan 7 Januari 2017.
Faktanya :
Tergugat telah menerbitkan
Kuasa Pertambangan/IUP yang telah diterbitkan kepada Tergugat tanggal 8 Januari
2007 dengan Keputusan Bupati Tanah Datar Nomor : 543/001/KP-TD-2007 tentang
Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Bijih Besi kepada PT.
Selaras Bumi Banua (KW 02.0007.TD).
Tanggapan Terhadap Dalil angka 11
Gugatan
4.
Tergugat
menolak dengan tegas dalil angka 11 Gugatan yang menyatakan Tergugat tidak
memberikan tanggapan secara baik dan benar, bahkan Tergugat berupaya untuk
tidak memproses perpanjangan IUP Eksplorasi Penggugat.
5.
Bahwa
dalil tersebut tidak didasarkan pada fakta hukum yang benar, sebab faktanya :
·
Tergugat
telah membuat surat pemberitahuan kepada Penggugat melalui Surat Kepala Dinas
Koperindagpastam Nomor : 540/01.01/Koperindagpastam-2013, tanggal 2 Januari
2014 yang intinya memuat :
a. Agar Penggugat untuk
melengkapi kembali Surat Pernyataan Dukungan Tigo Tungku Sajarangan Nagari III
Koto sehubungan adanya surat dari Tigo
Tungku Sajarangan Nagari III Koto Nomor
002/ist/TTS-III Koto-2013 tanggal 27 Desember 2013 perihal Tidak
Mendukung dan Menolak Penambangan di Lokasi Bukit Batu Basi.
b. Bahwa hal tersebut dilakukan
dalam rangka untuk mengantisipasi terjadinya konflik ditengah-tengah masyarakat
pada wilayah eksplorasi.
c. Apabila hal tersebut tidak
terpenuhi maka IUP Eksplorasi Penggugat akan berakhir dengan sendirinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tanggapan Terhadap Dalil angka 15 Gugatan
6.
Bahwa
dalil Penggugat yang menyatakan berdasarkan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka secara hukum
Penggugat dijamin dan berhak atas IUP Produksi Komoditas Tambang Bijih Besi
dengan Lokasi Usaha Pertambangan Nagari Tanjung Barulak dan III Koto, Kecamatan
Batipuh dan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat, Kode
Wilayah 02.07-05.05.TD, Luas 351, 4 Ha hanyalah sepotong saja.
7. Bahwa tidak semua Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk
memperoleh IUP Operasi Produksi, sepanjang telah memenuhi syarat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8.
Faktanya
:
·
IUP
Eksplorasi Penggugat telah berakhir sejak tanggal 8 Januari 2014 dan belum
dapat diperpanjang karena Penggugat tidak memenuhi seluruh ketentuan dan
persyaratan untuk peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi.
·
Penggugat
belum mengajukan IUP Operasi Produksi.
II.
DUPLIK TERGUGAT
Bahwa selanjutnya pada
tanggal 10 Maret 2015, Penggugat mengajukan Replik atas Eksepsi dan Jawaban
Tergugat. Oleh karenanya Tergugat kemudian mengajukan Duplik Tergugat pada
tanggal 17 Maret 2015 melalui Majelis Hakim Perkara Nomor:
29/Pdt.G/2014/PN.BSK, pada pokoknya yakni sebagai berikut:
A.
DALAM EKSEPSI
I.
Tanggapan atas Replik Penggugat
mengenai Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili
perkara a quo.
1.
Bahwa
tanggapan Penggugat atas Eksepsi dan Jawaban Tergugat dalam Replik Penggugat
yang diajukan tanggal 10 Maret 2015, didasarkan pada dalil-dalil dan pertimbangan
hukum yang keliru dan sesat.
2.
Bahwa
Penggugat telah salah memahami apa yang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
3.
Bahwa
dalam pemahaman Penggugat, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana Pasal 14 ayat (1)
menyatakan :
Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi
Maka
Tergugat tidak berwenang menerbitkan keputusan tata usaha negara dibidang
Mineral dan Batubara, dalam hal ini tuntutan Penggugat dalam perkara a quo
bukanlah masuk dalam ranah Pengadilan Tata Usaha Negara.
4.
Menurut
hemat kami, sesuai apa yang menjadi dasar gugatan Penggugat berkenaan dengan
perbuatan melawan hukum oleh Tergugat dengan
tidak memperpanjang IUP Eksplorasi Penggugat selama 8 (delapan) tahun terhitung
sejak 8 Januari 2009 sampai dengan 7 Januari 2017. Maka yang menjadi
tuntutan Penggugat adalah IUP Eksplorasi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki
oleh Tergugat.
5.
Bahwa
IUP Eksplorasi yang dimohonkan oleh
Penggugat kepada Tergugat, sampai perkara ini diajukan ke Pengadilan Negeri
Batusangkar tidak diterbitkan.
6.
Bahwa
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 yakni sebagai berikut :
“Apabila Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi
kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara”.
7.
Bahwa
selanjutnya sesuai Pasal 3 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, jika suatu badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang dimohon, sedangkan jangka
waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah
lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan dimaksud. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menentukan jangka waktu, maka setelah lewat jangka waktu
empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
8.
Berdasarkan
uraian diatas, jika hal yang menjadi pokok tuntatan penggugat dalam gugatannya
adalah IUP Eksplorasi yang tidak diterbitkan oleh Tergugat, maka hal tersebut
merupakan sengketa tata usaha negara.
Dimana sesuai dengan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yakni :
“Sengketa Tata
Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
9.
Bahwa
berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, menyebutkan :
“Pengadilan
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara”.
10.
Berdasarkan
uraian sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka menurut hemat kami telah
secara jelas dan terang, bahwa yang menjadi prinsip gugatan Penggugat adalah
terkait dengan perizinan pertambangan mineral dan batu barubara yang diwujudkan
dalam bentuk instrument yuridis : Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu
Pengadilan Negeri tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara dalam hal perkara a quo.
II.
Tanggapan atas Replik
Penggugat mengenai Gugatan Penggugat tidak didasarkan pada dasar hukum yang
benar.
1.
Bahwa
pemahaman Penggugat yang menyatakan :“IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral
logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun dihitung
semenjak Undang-Undang diundangkan karena secara hukum berlakunya sebuah
peraturan perundang-undangan adalah semenjak diundangkan adalah pemahaman yang
sempit dan keliru.
2.
Bahwa
Kuasa Pertambangan (Izin Usaha Pertambangan) yang diberikan kepada
Penggugat dalam bentuk Kuasa Pertambangan Eksplorasi, yang menurut Pasal 7 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan dapat berupa :
a. Kuasa
Pertambangan Penyelidikan Umum
b. Kuasa
Pertambangan Eksplorasi
c.
Kuasa Pertambangan Eksploitasi
d. Kuasa
Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian
e. Kuasa
Pertambangan Pengangkutan
f.
Kuasa Pertambangan Penjualan
Faktanya
: Penggugat tidak mengajukan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum, namun langsung
mengajukan Kuasa Pertambangan Ekplorasi.
3.
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 112 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana terakhir telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2014, maka Kuasa Pertambangan yang
diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum
ditetapkannya peraturan perundang-undangan dimaksud, tetap diberlakukan sampai
jangka waktu berakhir serta wajib disesuaikan menjadi IUP (Izin Usaha Pertambangan
Eksplorasi).
4.
Bahwa
menurut ketentuan Pasal 42 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, maka IUP Eksplorasi untuk pertambangan
mineral logam dapatdiberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.
5.
Memperhatikan Penjelasan atas Pasal 42
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, maka jangka waktu 8 (delapan) tahun
dimaksud meliputi penyelidikan umum 1(satu) tahun; eksplorasi 3 (tiga) tahun
dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta studi
kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu)tahun.
6.
Berdasarkan hal tersebut, maka jangka
waktu penyesuaian Kuasa Pertambangan
Ekplorasi menjadi IUP Eksplorasi (Izin
Usaha Pertambangan Eksplorasi), dihitung sejak tahapan eksplorasi yakni selama 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun;
serta studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1
(satu)tahun.
7.
Dengan demikian Kuasa Pertambangan
Ekplorasi yang telah disesuaikan menjadi IUP Eksplorasi(Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi),
berakhir pada tanggal 7 Januari 2014. Selanjutnya Penggugat mengajukan
permohonan IUP Operasi Produksi.
Faktanya : Penggugat
tidak mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi.
8.
Bahwa
sudah sepantasnya Penggugat tidak menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan
secara sepotong-sepotong. Sebab Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara meski mencabutUndang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, namun tidak
satupun pasal dan ayat yang menyatakan kuasa pertambangan yang telah
diterbitkan juga harus dibatalkan.
9.
Bahwa menurut hemat kami, apabila
dilakukan penafsiran secara gramatikal pada
Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dimaksud menggunakan
frasa “dapat” yang dipahami sebagai suatu hal yang memiliki sifat relatif atau
“mungkin”. Oleh karenanya dipahami sebagai sesuatu yang tidak mutlak atau suatu
keharusan.
10.
Apabila kemudian Penggugat berpendapat, jika IUP Eksplorasi berlaku 8 (delapan)
tahun dihitung semenjak 2007 quod noon, maka IUP Eksplorasi tersebut haruslah
sampai dengan 2015 sedangkan Tergugat menerbitkan IUP Eksplorasi sampai Januari
2014 adalah suatu kelalaian, jelas tidak didasarkan pada pemahaman hukum
benar dan cenderung mengada-ada.
11.
Berdasarkan
uraian sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka menurut hemat kami telah
secara jelas dan terang, bahwa Penggugat telah salah dan keliru menafsirkan dan
memahami peraturan perundang.undangan yang mengakibatkan gugatan Penggugat
tidak didasarkan pada dasar hukum yang benar.
III.
Tanggapan atas Replik
Penggugat mengenai Gugatan Penggugat mengandung cacat error in persona.
1.
Bahwa
Penggugat telah keliru memahami mana yang merupakan hubungan hukum dan peristiwa hukum.
2.
Bahwa
terlihat ketidakkonsistenan dalil-dalil dalam Replik Penggugat, dimana
Penggugat mendalilkan antara Penggugat dan Tergugat memiliki hubungan hukum
dalam hal penerbitan IUP Eksplorasi yang kemudian tidak diperpanjang sampai
habisnya kewenangan Tergugat. Kewenangan tersebut telah berpindah ke Pemerintah
Propinsi Sumatera Barat sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian tidak bisa diteruskan oleh
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat karena IUP Eksplorasi Penggugat telah
berakhir sehingga mengakibatkan kerugian bagi Penggugat adalah sebagai
perbuatan melawan hukum.
3.
Bahwa
dengan beralihnya kewenangan penerbitan IUP Eksplorasi dari Tergugat kepada
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka sejak saat
beralihnya kewenangan pemerintah daerah ke pemerintah propinsi, maka hubungan
hukum antara Penggugat dengan Tergugat telah berakhir.
4.
Bahwa
IUP Eksplorasi yang diterbitkan oleh Tergugat kepada Penggugat yang berlaku
hingga tanggal 7 Januari 2014 adalah hubungan hukum dalam ranah hukum publik.
5.
Bahwa
apabila Penggugat merasa keberatan akibat tidak diperpanjangnya IUP Eksplorasi,
maka hal tersebut merupakan sengketa tata usaha negara yang sepantasnya
diselesaikan dalam suatu peradilan tata usaha negara. Namun dalam dalilnya
Penggugat menyatakan dasar hukum terjadinya perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Tergugat adalah perubahan
peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan perubahan kewenangan dari Tergugat kepada Pemerintah
Propinsi Sumatera Barat menimbulkan kerugian adalah suatu perbuatan melawan
hukum, maka jelas hal tersebut naïf
sekali.
6.
Bahwa
saat ini Tergugat tidak lagi memiliki kewenangan untuk menerbitkan IUP
Eksplorasi. Oleh karenanya tuntutan Penggugat agar Tergugat mengakui IUP
Eksplorasi saat ini, adalah diluar kuasa dan kewenangan Tergugat dan
sepantasnya Penggugat menuntut hal tersebut kepada Pemerintah Propinsi Sumatera
Barat.
7.
Bahwa
terbitnya IUP Eksplorasi Penggugat didasarkan pada surat dukungan Tigo Tungku
Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto), sebagai persyaratan yang harus
dipenuhi oleh Penggugat, mengingat tanah yang menjadi lokasi kegiatan
eksplorasi biji besi Penggugat merupakan tanah adat.
8.
Hal ini sesuai dengan ketentuanPasal
9 ayat (3) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang
Tanah Ulayat dan Pemanfataannya, yakni sebagai berikut :
“Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan badan hukum dan
atau perorangan dapat dilakukan berdasarkan surat perjanjian pengusahaan dan
pengelolaan antara penguasa dan pemilik berdasarkan kesepakatan masyarakat adat
dengan badan hukum dan atau perorangan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk
lain yang disepakati berdasarkan masyawarah dan mufakat di KAN, diketahui oleh
pemerintahan nagari.”
9.
Bahwa
jelas Penggugat tidak konsisten dengan dalil-dalilnya, dimana menurut Penggugat
tidak ada persyaratan adanya dukungan Tigo Tungku Sajarangan dalam
undang-undang, namun disisi lain terdapat kontradiktif dimana Penggugat memenuhi persyaratan adanya Tigo Tungku
Sajarangan sebagai pertimbangan terbitnya IUP Eksplorasi. Dengan dipenuhi
persyarat tersebut maka jelas Penggugat telah mengakui dan menerima persyaratan
dari Tergugat.
10.
Bahwa
dengan dicabutnya surat dukungan tersebut oleh Tungku Tigo Sajarangan, maka
dengan sendirinya persyaratan untuk menerbitkan IUP Eksplorasi tidak terpenuhi
sebagaimana persyaratan awal.
11.
Bahwa
Tergugat tidak memiliki kewajiban untuk menyelesaikan persoalan penarikan
dukungan dari Tungku Tigo Sajarangan sebab hal tersebut merupakan hak dari Tigo
Tungku Sajarangan yang tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun. Oleh
karenanya Penggugatlah yang harus menyelesaikan sendiri persoalan dimaksud.
12.
Bahwa
dengan tidak terpenuhinya persyaratan IUP Eksplorasi oleh Penggugat akibat
adanya penarikan dukungan dari Tungku Tigo Sajarangan, maka Tigo Tungku
Sajarangan dalam hal ini KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto yang harus
bertanggungjawab.
IV.
Tanggapan atas Replik
Penggugat mengenai Gugatan kurang pihak,
1.
Bahwa
berdasarkan uraian yang telah dikemukan oleh Tergugat pada Tanggapan atas Replik
Penggugat mengenai Gugatan Penggugat mengandung cacat error in persona, maka
terdapat para pihak yang seharusnya harus digugat, namun tidak digugat dalam
perkara a quo.
2.
Bahwa
dengan kewenangan penerbitan IUP,
beralih dari kewenangan Tergugat
menjadi kewenangan daerah propinsi dalam hal ini Propinsi Sumatera
Barat. Oleh karena sudah sepantasnya Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dalam
hal ini Gubernur Sumatera Barat juga harus digugat.
3.
Bahwa
tidak diperpanjangnya IUP Eksplorasi Penggugat karena adanya penarikan dukungan
dari Tigo Tungku Sajarangan (KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto) yang semula
mendukung kegiatan eksplorasi biji besi yang dilakukan oleh Penggugat. Oleh
karenanya sepantas Penggugat mengajukan tuntutan terhadap Tigo Tungku Sajarangan
(KAN, BPRN dan Wali Nagari III Koto) yang menjadi penyebab tidak terpenuhinya
persyaratan dimaksud.
V.
Tanggapan atas Replik
Penggugat mengenai Gugatan Kabur.
1.
Bahwa
dalam dalilnya Penggugat menyatakan tidak menuntut ganti rugi dengan
angka-angka akan tetapi menuntut Tergugat untuk mengakui dan menyatakan bahwa
IUP Eksplorasi adalah hak Penggugat, sementara disisi lain Penggugat
menyebutkan permintaan izin atau perpanjangan izin kepada Tergugat tidak bisa
dilakukan karena hal tersebut bukanlah kewenangan Tergugat.
2.
Bahwa
hal jelas semakin memperlihatkan pertentangan antara dalil yang satu dengan
lainnya.
3.
Bahwa
sampai saat ini bentuk pengakuan hak
yang dimintakan oleh Penggugat tidak jelas dan kabur.
4.
Berdasarkan
uraian tersebut, Tergugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili
dan memutus perkara ini berkenan untuk menolak gugatan Penggugat atau
setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet
Onvankelijke Verklaard).
B.
DALAM POKOK PERKARA
Bahwa Tergugat menolak dengan tegas keseluruhan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat, karena didasarkan pada penafsiran
hukum yang sempit dan keliru dan fakta hukum yang tidak benar.
Oleh
karenanya Tergugat tetap pada pendirian Tergugat sebagaimana yang telah
diuraikan dalam Jawaban dan Eksepsi tanggal 3 Maret 2015 dan dalil-dalil
sebagaimana telah diuraikan diatas serta akan Tergugat buktikan dihadapan
persidangan nantinya.
Bahwa selanjutnya Tergugat
mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini agar berkenan untuk
menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat
tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard).
III.
ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT
Bahwa kemudian Tergugat mengajukan alat bukti surat yakni
pada tanggal 31 Maret 2015 sebanyak 5 (lima) buah bukti surat, yakni sebagai
berikut :
1. Keputusan
Bupati Tanah Datar Nomor: 543/001/KP-TD/I-2007 tanggal 8 Januari 2007 tentang
Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Bijih Besi kepada PT.
Selaras Bumi Banua (KW 02.007.TD)
Bukti
|
:
|
Bahwa PT. Selaras Bumi Banua diberikan Kuasa
Pertambangan Eksplorasi
|
Bahwa Kuasa Pertambangan yang diberikan kepada
Penggugat didasarkan pada Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pertambangan jo Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 75
Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1969 tentang Peraturan Pelaksana Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan yang berlaku hingga 7 Januari 2009
Selanjutnya mohon kiranya diberi tanda T-1.
2. Keputusan
Bupati Tanah Datar Nomor: 543/635/KOPERINTAM/- 2009 tanggal 28 September 2009
tentang Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Bijih Besi
kepada PT. Selaras Bumi Banua.
Bukti
|
:
|
Bahwa
Kuasa Pertambangan PT. Selaras Bumi
Banua disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan Kuasa Pertambangan diubah menjadi
Izin Usaha Eksplorasi dan jangka waktu
diberikan perpanjangan izin usaha untuk jangka waktu 2 tahun terhitung
8 Januari 2009 s/d 7 Januari 2011.
|
Dengan demikian perpanjangan izin yang diterbitkan
oleh Tergugat telah sesuai dengan
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu
bara. Selanjutnya mohon kiranya diberi tanda T-2.
3. Keputusan Bupati
Tanah Datar Nomor: 543/53/KOPERINDAGPASTAM/- 2012 tanggal 10 September
2012 tentang Perubahan Keputusan Bupati Tanah Datar Nomor :
543/635/KOPERINTAM/- 2009.
Bukti
|
:
|
Bahwa PT.
Selaras Bumi Banua sebagai pemegang IUP Eksplorasi diberikan penyesuaian
koordinat izin usaha pertambangan eksplorasi dalam WIUP untuk jangka waktu 3
tahun, terhitung 8 Januari 2011 s/d 7 Januari 2014.
|
Dengan demikian Tergugat telah melakukan
penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi IUP (Izin Usaha Eksplorasi) yang
diberikan terhitung tanggal 8 Januari
2007 hingga 7 Januari 2014 sesuai Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batu bara jo Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selanjutnya mohon kiranya diberi tanda T-3.
4. Surat
dari Tigo Tungku Sajarangan Nagari III Koto Kecamatan Rambatan Kab. Tanah Datar
Nomor : 002/ist/TTS-III Koto- 2013 tanggal 27 Desember 2013 perihal Pernyataan
Tidak Mendukung dan Menolak Penambangan di Bukit Batubasi.
Bukti
|
:
|
Tigo Tungku Sajarangan Nagari III Koto Kecamatan
Rambatan Kab. Tanah Datar (Wali Nagari, KAN dan BPRN) tidak mendukung dan
menolak untuk dilakukan penambangan bijih besi di Bukit Batubasi.
|
Bahwa Dukungan Tigo Tungku Sajarangan merupakan
salah satu persyaratan dan pertimbangan dalam menerbitkan Kuasa Pertambangan/
IUP Eksplorasi bagi Penggugat
mengingat tanah yang menjadi lokasi kegiatan eksplorasi biji besi Penggugat
merupakan tanah adat. Dengan dicabutnya surat dukungan tersebut oleh Tungku
Tigo Sajarangan, maka dengan sendirinya persyaratan untuk menerbitkan IUP
Eksplorasi tidak terpenuhi sebagaimana persyaratan awal. Selanjutnya
mohon kiranya diberi tanda T-4.
5. Surat
Kepala Dinas Koperindagpastam Kab. Tanah Datar Nomor :
540/01.01/Koperindagpastam- 2013 tanggal 2 Januari 2014 perihal Pemberitahuan.
Bukti
|
:
|
Tergugat
telah membuat surat pemberitahuan kepada Penggugat melalui Surat Kepala Dinas
Koperindagpastam Nomor : 540/01.01/Koperindagpastam-2013, tanggal 2 Januari
2014 yang intinya memuat :
a.
Agar
Penggugat untuk melengkapi kembali Surat Pernyataan Dukungan Tigo Tungku
Sajarangan Nagari III Koto sehubungan
adanya surat dari Tigo Tungku Sajarangan Nagari III Koto Nomor 002/ist/TTS-III Koto-2013 tanggal 27
Desember 2013 perihal Tidak Mendukung dan Menolak Penambangan di Lokasi Bukit
Batu Basi.
b.
Bahwa
hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk mengantisipasi terjadinya konflik
ditengah-tengah masyarakat pada wilayah
eksplorasi.
c.
Apabila
hal tersebut tidak terpenuhi maka IUP Eksplorasi Penggugat akan berakhir
dengan sendirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Dengan demikian tidak benar dalil yang diajukan
Penggugat bahwa Tergugat tidak menanggapi secara baik dan benar permohonan dari
Penggugat.Selanjutnya mohon kiranya diberi tanda T-5.
IV.
TANGGAPAN TERHADAP ALAT BUKTI
PENGGUGAT
Bahwa
pada tanggal 7 April 2015, Penggugat mengajukan 61 (enam puluh satu) alat bukti
surat didepan persidangan. Selanjutnya pada tanggal 14 April 2015 Penggugat
mengajukan 3 (tiga) bukti surat dan pada tanggal 12 Mei 2015 Penggugat mengajukan
9 (sembilan) alat bukti. Terhadap alat
bukti surat yang diajukan oleh Pengggugat, maka ditanggapi sebagai berikut :
1. Bahwa bukti surat P-1 s/d P-72
dimaksud tidak membuktikan dalil yang diajukan oleh Penggugat sebagaimana
gugatan tanggal 3 Maret tentang Perubahan Gugatan.
2. Bahwa bukti surat dimaksud
tidak ada kaitannya dengan dugaan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang
disangkakan oleh Penggugat.
3. Bahwa bukti surat P-10, P-11,
P-12, P-13, P-14, P-15, P-16, P-17, P-18, P-19, P-20, P-21, P-22, P-23, P-24,
P-25, P-26, P-27, P-28, P-29, P-30, P-31, P-32, P-33, P-34, P-35, P-36, P-37,
P-38, P-39, P-40, P-41, P-42, P-43, P-44, P-45, P-46, P-47, P-48, P-49, P-50,
P-51, P-57, P-58, P-59,dimaksud membuktikan bahwa tidak seluruh pemegang hak
atas tanah pada wilayah IUP yang
dikeluarkan Tergugat telah memberikan persetujuan.
Berdasarkan
keterangan saksi Hendri, SH, pada tanggal 19 Mei 2015 diterangkan bahwa pemilik
lahan sebagaimana bukti surat P-10 s/d P-51 hanya memiliki lahan seluas 10 %
dari luas lahan keseluruhan yakni 351,4 Ha sebagaimana luas IUP yang
dikeluarkan Tergugat.
Bahwa terdapat penolakan
pemegang hak atas tanah yang belum dimintakan persetujuannya untuk melakukan
kegiatan eksplorasi oleh Penggugat dalam hal ini, termasuk saksi Hendri, SH
sebagai pemilik lahan.
Berdasarkan keterangan saksi Asrizal,
S.PdI Dt. Rajo Panghulu (Sekretaris KAN III Koto) tanggal 19 Mei 2015,
diterangkan bahwa yang bersangkutan juga pemilik lahan pada wilayah IUP yang
dikeluarkan oleh Tergugat, namun sampai saat ini belum mendapat persetujuan
saksi atas kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh Penggugat.
Bahwa saksi Asrizal, S.PdI Dt. Rajo Panghulu
menolak atas kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh Penggugat.
Berdasarkan keterangan ahli
Ir. Jhon Edward (Kasi Pengawasan Pertambangan Dinas ESDM Propinsi Sumatera
Barat) tanggal 26 Mei 2015, diterangkan bahwa untuk melakukan kegiatan
eksplorasi diperlukan izin dari pemilik lahan. Hal ini disebabkan pada saat
kegiatan eksplorasi berlangsung akan ada
kegiatan yang membutuhkan interaksi langsung terhadap lahan yang akan dilakukan
penelitian seperti memasuki lahan orang, penggunaan alat yang akan merusak
lahan, pemancangan, penggaliandan pengeboran, serta pengambilan sample.
4. Bahwa bukti P-10 yang
diajukan oleh Penggugat, membuktikan bahwa Surat Pernyataan Tigo Tungku
Sajarangan hanya untuk mendukung Surat Kesepakatan Kaum (KH Dt. Manjuan, M. Nur
PKH. Majo Indo, Basini, Lendra, Hj. Nurjani, Jusman, D. Rajo Dubalang,
Syafrudin, M. Gindo Sutan, Raflis, Idrus, Edi, Jarunin dan Muslim), bukan untuk
mendukung seluruh kaum pemilik tanah pada wilyah IUP Eksplorasi yang dimohonkan
oleh Penggugat.
5. Bahwa bukti P- 52 yang
diajukan oleh Penggugat, membuktikan ketidakkonsistenan dari Penggugat apakah
akan mengajukan peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi atau
mengajukan perpanjangan IUP Eksplorasi. Hal ini bertentangan dengan dalil yang
diajukan Penggugat sebagaimana gugatan dalil angka 11 yang menyatakan : …bahkan Tergugat berupaya untuk tidak
memperpanjang IUP Eksplorasi Penggugat.
Bahwa
bukti P- 52 dimaksud, memperlihatkan Penggugat akan mengajukan permohonan
peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi dimana sebagai salah
satu persyaratannya adalah melengkapi dokumen lingkungan (UKL- UPL).
Bahwa
dengan adanya upaya untuk melengkapi dokumen lingkungan menunjukkan bahwa
penggugat telah selesai menyusun laporan eksplorasi dan laporan study kelayakan
sebagai bahan dalam menyusun dokumen lingkungan. Dengan demikian Penggugat telah
menyelesaikan kegiatan eksplorasi.
6. Bahwa bukti P-53
dan P- 61 membuktikan, dalil yang
diajukan Penggugat dalam surat gugatan bertolak belakang dengan bukti surat
yang diajukan tersebut. Sebab Penggugat menyatakan bahwa Penggugat mengajukan
permohonan perpanjangan IUP Eksplorasi dan akibat tindakan Tergugata yang tidak
memperpanjang IUP Eksplorasi adalah perbuatan melawan hukum. Sementara dalam
bukti yang diajukan penggugat malah menyatakan bahwa Penggugat telah selesai
melakukan kegiatan eksplorasi. Dengan demikian sepantasnya Penggugat mengajukan
peningkatan permohonan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi bukan
perpanjangan IUP Eksplorasi yang secara nyata telah selesai.
7. Bahwa
bukti P-54, P- 55, P-56 dan P-60, membuktikan Penggugat tidak konsisten dengan
permohonannya kepada Tergugat, dimana pada tgl 6 Oktober 2014 dan pada tanggal 7 November 2014 Penggugat mengajukan
peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Produksi namun pada kesempatan lain
sebagaimana bukti P-54, P-55 dan P-60 Penggugat juga mengajukan permohonan
perpanjangan IUP Eksplorasi.
8. Bukti P- 62, membuktikan
bahwa untuk memperoleh perpanjangan IUP Eksplorasi Penggugat terlebih dahulu
harus mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Hal ini jelas telah
sesuai dengan fakta dan keterangan sebagaimana yang telah tergugat uraikan pada
angka 3 dan angka 4 diatas.
Bahwa
faktanya sampai saat ini Penggugat belum mendapatkan persetujuan dari pemegang
hak atas tanah dalam hal ini tanah dimaksud merupakan tanah ulayat.Oleh karena
penggugat belum memenuhi persyaratan dimaksud makan perpanjangan IUP Eksplorasi
tidak dapat disetujui.
V.
PEMERIKSAAN SETEMPAT
Bahwa pada tanggal 21 April 2015 telah dilakukan pemeriksaan
setempat atas wilayah IUP Eksplorasi
yang menjadi pokok perkara ini dengan uraian sebagai berikut :
1. Bahwa wilayah IUP Eksplorasi
yang dimohonkan berada dalam 2 (dua) kecamatan, yakni Kecamatan Rambatan dan
Kecamatan Batipuh dengan luas 351, 4 hektar.
2. Bahwa terhadap wilayah IUP
Eksplorasi berada 2 (dua) wilayah hukum (yuridiksi), yakni Pengadilan
Negeri Batusangkar dan Pengadilan Negeri Padang Panjang.
VI.
KETERANGAN SAKSI DAN AHLI
1)
Saksi/ Ahli Penggugat
Bahwa selanjutnya Penggugat mengajukan
saksi di persidangan sebanyak 2 (dua) orang dan 1(satu) orang Ahli yakni sebagai berikut :
a.
Ir.
Primusadi : Umur 58 tahun, Pekerjaan Pensiunan PNS, Alamat : Komplek Rizano
Cubadak, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar.
Bahwa
atas keterangan Saksi Ir. Primusadi,
dapat kami tanggapi sebagai berikut :
1)
2)
b.
Frenadin
Adegustara, SH, MH, : Pekerjaan Dosen, Alamat : Perumahan Dosen Unand, Gaduk,
Kota Padang.
Bahwa
atas keterangan Ahli Frenadin
Adegustara, SH, MH, dapat kami tanggapi sebagai berikut :
1) Bahwa Ahli dihadirkan ke
hadapan persidangan dalam kapasitasnya sebagai Ahli hukum administrasi negara
dan lingkungan bukan dalam kapasitas sebagai ahli perundang-undangan.
2) Bahwa Ahli tidak konsisten
dalam keterangannya terkait dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009, yang mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Dimana masa Kuasa
Pertambangan (KP) selama 3 tahun menurut UU 11 Tahun 1967 harus dibatalkan dengan
catatan pemberlakuan undang-undang tidak boleh merugikan investor dan
diberlakukan masa IUP Eksplorasi paling lama 8 tahun. Dengan demikian jumlah
penghitungan IUP Eksplorasi dikomulatifkan sehingga IUP berlaku sampai dengan
tahun 2017.
3) Dilain hal Ahli menyatakan
memberikan IUP selama 8 tahun dihitung sejak masa pemberlakuan KP tidak
merugikan investor.
4) Bahwa Ahli menyatakan UU 4
tahun 2009 substansi UU 11 Tahun 1967, namun disisi lain dengan berlakunya UU 4
Tahun 2009 tidak mewajibkan Penggugat harus tunduk pada UU 4 Tahun 2009 terkait
soal tata cara persyaratan untuk mendapatkan IUP.
5) Bahwa Ahli tidak konsisten dalam
keterangannya dalam hal penerapan berlakunya Undang-Undang 4 Tahun 2009 yang mencabut ketentuan masa KP berdasarkan
UU 11 Tahun 1967, tetapi tidak mencabut Keputusan Bupati tentang jangka waktu
KP yang diberikan berdasarkan UU 11 Tahun 1967.
6) Bahwa Ahli dalam
keterangannya telah sesat dan keliru menjelaskan terkait bunyi penjelasan Pasal
42 UU 4 Tahun 2009, dimana menurut ahli Penjelasan Undang-Undang bukanlah norma
sehingga tidak perlu diikuti. Disisi lain menurut ahli dengan berlaku UU 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan dalam pemberian IUP
telah beralih menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran UU dimaksud. Dengan demikian terdapat kontratafsir atas penjelasan
ahli soal teknik pembentukan peraturan perundang-undangan.
7) Bahwa ahli tidak konsisten
dalam keterangannya terkait kepada norma mana harus dijadikan pedoman soal izin
pertambangan. Dimana disatu sisi Ahli tunduk pada UU 4 Tahun 2009 soal
persyaratan perizinan dengan mengenyampingkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun
2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
namun disisi lain wajib tunduk pada UU 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
8) Bahwa ahli juga tidak
konsisten dengan keterangannya bahwa dalam pemberian izin harus tunduk kepada peraturan
perundang-undangan. Dimana bentuk dan hirarki peraturan perundang-undangan
mempedomani UU 12 tahun 2011, namun disisi lain tidak mengakui keberlakuan
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 yang merupakan jenis dalam hirarki
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan
keterangan Ahli yang disampaikan dipersidangan, maka kami menyimpulkan bahwa
Ahli yang diajukan oleh Penggugat tidak memiliki kompetensi dan kapasitas
sebagai Ahli, dimana Ahli tidak memberikan keterangan sesuai dengan keilmuan
dan kemampuan yang dimilikinya sehingga mengakibatkan keterangan Ahli cenderung
untuk menguatkan dalil-dalil Penggugat secara langsung serta banyaknya
ketidakkonsistenan Ahli dalam memberikan penjelasan.
c.
D.
Rajo Dubalang, Pekerjaan Tani, Alamat : Jorong Galogandang, Nagari III Koto,
Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar.
Bahwa atas keterangan Saksi D. Rajo Dubalang, dapat kami tanggapi
sebagai berikut :
1) Bahwa menurut saksi, kaumnya
merupakan salah satu pemilik lahan di Bukit Batu Basi namun saksi tidak dapat menunjukkan
berapa luasan lahan yang dimilikinya.
2) Bahwa kaum saksi turut
memberikan dukungan sebagaimana tertuang dalam pernyataan Tungku Tigo
Sajarangan.
3) Bahwa saksi bukanlah pemegang
kuasa atas ulayat kaumnya mengingat sebuah kaum dikepalai oleh Niniak Mamak
yang bergelar Datuk.
4) Bahwa kapasitas Saksi dalam
adat adalah sebagai pembantu Datuak bergelar Dubalang yang bertugas dalam
bidang keamanan kaum.
5) Bahwa Niniak Mamak dari saksi
yakninya B. Dt. Basa menolak atas Penelitian dan Penambangan pada Bukit Batu
Basi.
6) Bahwa menurut saksi pernah
ada penolakan dari anggota kaumnya untuk menyerahkan lahan untuk kegiatan
Penambangan di Bukit Batu Besi.
7)
Saksi / Ahli Tergugat
Bahwa selanjutnya Tergugat
mengajukan saksi di persidangan sebanyak 2 (dua) orang dan 1 (satu) orang Ahli yakni sebagai berikut :
a.
Hendri, SH : Umur 52 tahun, Pekerjaan PNS (Eks Wali Nagari III Koto),
Alamat Jorong Galogandang, Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah
Datar, dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1)
PT.
Selaras Bumi Banua (SBB) pernah melakukan sosialisasi tentang izin penambangan
oleh PT. SBB dengan warga pada tanggal 29 dan 30 November 2011
2)
Pada
tanggal 29 November 2011 sosialisasi yang diadakan di Nag. Padang luar mendapat
penolakan dari masyarakat.
3)
Pada
tanggal 11 Desember 2011 terjadi pergolakan di Galo Gandang oleh pemilik lahan
dan masyarakat.
4)
Penolakan
yang dilakukan warga diantaranya berupa surat tertulis dan ancaman dari warga
seperti spanduk serta datang ke lokasi penambangan sehingga sudah
mengkhawatirkan.
5)
Munculnya
konflik sosial karena hanya 14 orang yang berasal dari Nag. Padang Luar yang
menyetujui dilakukannya penambangan oleh PT. SBB sedangkan pemilik lahan
lainnya lebih banyak yang tidak menyetujui.
6)
Seluruh
kaum pernah dikumpulkan oleh datuk- datuk dari masing- masing kaum terkait
penolakan terhadap aktifitas PT. SBB.
7)
Saksi
tidak menyetujui aktifitas PT. SBB karena dapat mengakibatkan lahan hancur.
8)
Kawasan
Bukit Batu Basi dimiliki oleh 2/3 kaum dari Galo Gandang dan 1/3 kaum dari Padang
Luar.
9)
Datuk
basa penghulu kaum piliang menolak kegiatan PT. SBB serta menandatangani surat
penolakan.
10) Sebelum dibuatnya surat
penolakan oleh warga muncul penolakan dari warga Galo gandang dan Padang Luar,
lalu datang penolakan dari Perantau, penolakan dari pemuda dan wali jorong,
penolakan dari ninik mamak lalu muncul aksi dengan mengancam siapa saja yang
mengizinkan PT. SBB untuk melakukan kegiatan.
11) Setelah adanya surat
penolakan dari warga, kondisi masyarakat di Galo Gandang dan Padang Luar masih
kondusif dan aman.
12) Bahwa masyarakat yang setuju
dari jumlah seluruh pemilik lahan di Bukit Batu Basi hanya sekitar 10 % saja.
b.
Asrizal, S.Pd I Dt: Umur : 56 tahun,
Pekerjaan PNS (Sekretaris KAN III Koto), Alamat Jorong Galogandang, Nagari III
Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, dipersidangan pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
1)
PT.
SBB pernah melakukan pertemuan di balai adat
galo gandang untuk melakukan penelitian di Bukit Batu basi pada awal
tahun 2011.
2)
Dari
hasil pertemuan warga setuju PT. SBB melakukan sosialisasi untuk penelitian di Bukit batu basi.
3)
Terdapat
penolakan atas rencana kegiatan eksplorasi biji besi oleh PT. SBB.
4)
Bahwa
Saksi setuju sebatas kegiatan penelitian saja namun keberatan dan menolak
apabila dilakukan kegiatan penambangan di Bukit Batu Basi karena akan
menimbulkan kerusakan di Nagari III Koto khususnya lahan persawahan yang ada
disekitar Bukit Batu Basi.
c.
Jhon Edward : Pekerjaan PNS pada Dinas
ESDM Propinsi Sumatera Barat, Alamat Kota Padang, dipersidangan pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
1)
Dalam
UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, Jangka waktu izin usaha
pertambangan (IUP) eksplorasi ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten max 8 tahun.
2)
Habisnya
masa (IUP) eksplorasi jika :
a.
Dikembalikan
b. Dicabut
c.
Habis
masa berlakunya.
3)
Untuk
mengajukan (IUP) eksplorasi tidak memerlukan persetujuan dari pemilik lahan
tapi ketika akan dilakukan kegiatan eksplorasi perlu mendapatkan izin dari
pemilik lahan.
4)
Apabila
perusahaan telah memegang (IUP) eksplorasi maka dijamin untuk memperoleh
Operasi Produksi (OP) apabila syarat- syaratnya telah terpenuhi.
5)
Jangka
waktu (IUP) eksplorasi 8 tahun dalam pelaksanaannya dikurangi dengan(IUP)
eksplorasi yang sudah berjalan guna kelanjutan IUP.
6)
IUP
terdiri dari kegiatan Eksplorasi (PU,
Eksplorasi, Studi kelayakan)dan Eksploitasi (Operasi Produksi).
7)
Dalam
kebijakan nasional, lokasi penambangan harus masuk wilayah Usaha Pertambangan.
WUP dibagi atas :
a.
Wilayah
Usaha pertambangan
b. Wilayah Pertambangan Rakyat
c.
Wilayah
Pertambangan Cadangan.
8)
WUP
harus menyesuaikan dengan RTRW.
9)
Daerah
yang terpenuhi tata ruangnya terdapat dalam Perda RTRW.
10) Dalam menyusun WUP, Daerah
diberikan kesempatan untuk mengusulkan ke pusat lalu daerah menyesuaikan dengan
RTRW yang ditetapkan oleh pusat.
11) Pengajuan Izin Operasi
Produksi dapat diproses sebelum 6 bulan
masa berakhirnya IUP Eksplorasi.
12) Syarat Operasi Produksi
adalah melaporkan hasil eksplorasi, memiliki dokumen lingkungan dan dokumen
reklamasi pasca tambang.
13) Dari Penyelidikan umum yang
dilakukan perusahaan dapat diketahui jangka waktu eksplorasi yang diberikan.
VII.
KESIMPULAN TERGUGAT
Berdasarkan dalil-dalil,
alasan-alasan yang kami ajukan pada Eksepsi/ Jawaban, Duplik. Alat Bukti Surat,
fakta-fakta yang terungkap dihadapan persidangan sebagaimana telah Tergugat
uraikan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa sesuai dengan Pasal
1865 BW, Pasal 163 HIR jo Pasal 283 Rbg yang merupakan asas umum dalam Hukum
Acara Perdata yakni “Barang siapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau ia
menyebutkan suatu peristiwa hukum yang menegaskan haknya atau untuk membantah
adanya hak orang lain, haruslah membuktikan tentang adanya/ peristiwa
tersebut”.
2. Bahwa Penggugat telah
mengajukan Alat Bukti Surat sebanyak 73 (tujuh puluh tiga) surat dan saksi
dihadapan persidangan, dimana alat bukti surat dan keterangan Saksi/ Ahli tidak
memberikan pembuktian apapun dalam perkara a quo, terutama berkenaan dengan
dugaan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Tergugat.
3. Bahwa alat bukti surat
dimaksud, malah sebaliknya membuktikan Tergugat telah melaksanakan proses
permohonan perizinan IUP Penggugat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Bahwa atas bukti yang
diajukan Tergugat dengan tanda T-5, terbukti Tergugat telah membuat surat pemberitahuan
kepada Penggugat melalui Surat Kepala Dinas Koperindagpastam Nomor
:540/01.01/Koperindagpastam, tanggal 2 Januari 2014 yang menyatakan agar
Penggugat untuk melengkapi kembali Surat Pernyataan Dukungan Tigo Tungku
Sajarangan Nagari III Koto sehubungan dengan aktivitas kegiatan eksplorasi yang
dilaksanakan oleh Penggugat.
5. Secara jelas dan terang bahwa
Tergugat tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak memproses
permohonan pemohon. Namun malah sebaliknya Penggugat tidak pernah memenuhi
persyaratan sebagaimana yang telah disampaikan oleh Tergugat secara patut.
6. Bahwa yang menjadi gugatan
Penggugat adalah perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365
KUHPerdata yang dilakukan oleh Tergugat yakni :
“ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.
Oleh
itu karena sudah sepantasnya Penggugat membuktikan kerugian yang diderita oleh
Penggugat akibat perbuatan melawan hukum yang diduganya. Namun faktanya tidak
ada satupun alat bukti yang diajukan kehadapan persidangan ini yang membuktikan
kerugian yang dialami oleh Penggugat baik secara kekayaan/ materil
(vermogensschade) maupun yang bersifat idiil (moril), meskipun dalam gugatan
Penggugat tidak menyatakan adanya ganti kerugian yang diwajibkan terhadap
Tergugat.
7. Bahwa dalam petitumnya
Penggugat mendalilkan adanya hak yang harus disandang oleh Penggugat atas IUP
Eksplorasi yang dimohonkan kepada Tergugat.
8. Meskipun Majelis Hakim dalam
perkara a quo telah berpendirian bahwa yang menjadi pokok gugatan adalah hak
yang harus disandang oleh Penggugat, bukan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi
yang harus diterbitkan Tergugat. Namun faktanya dipersidangan Penggugat berulangkali
menuntut IUP Eksplorasi yang harus diterbitkan oleh Tergugat dalam bentuk
Keputusan Bupati.
9. Bahwa dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tertanggal 17
Oktober 2014, maka Tergugat tidak memiliki kewenangan lagi untuk menerbitkan
IUP Eksplorasi namun beralih menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi Sumatera
Barat.
10. Bahwa pada prinsip setiap
perkara perdata yang mengandung persengketaan, maka akan menimbulkan kedudukan
hukum yang dimenangkan dan yang dikalahkan. Putusan demikian harus dapat
dijalankan dan memiliki kekuatan eksekutorial bukan bersifat deklaratif.
11. Bahwa petitum Penggugat yang
memohon Majelis Hakim dalam perkara a quo untuk menyatakan Penggugat dijamin
dan berhak atas IUP Eksplorasi/ IUP Operasi Produksi tidak memiliki kekuatan
eksekutorial. Sebab Tergugat tidak memiliki kewenangan untuk menjamin dan memberikan
hak kepada Penggugat atas IUP Eksplorasi/ IUP Operasi Produksi yang telah
beralih menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. Faktanya
dipersidangan hanya ada 2 (dua) pihak dalam perkara a quo yani Penggugat dalama
hal PT. Selaras Bumi Banua dan Bupati Tanah Datar sebagai Tergugat.
12. Bahwa berdasarkan Pasal 135
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
maka Pemegang IUP Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat
persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Persetujuan dari pemegang hak atas
tanah dimaksudkan untuk menyelesaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan
eksplorasi seperti pengeboran, parit uji dan pengambilan contoh.
13. Bahwa faktanya tidak seluruh pemegang hak atas tanah yang setuju atas kegiatan
eksplorasi yang dilakukan oleh Penggugat. Hal ini didasarkan kepada keterangan
Hendri, SH, pada tanggal 19 Mei 2015 yang menerangkan bahwa pemilik lahan
sebagaimana bukti surat P-10 s/d P-51 hanya memiliki lahan seluas 10 % dari luas
lahan keseluruhan yakni 351,4 Ha sebagaimana luas IUP yang dikeluarkan
Tergugat.
14. Bahwa terdapat penolakan
pemegang hak atas tanah yang belum dimintakan persetujuannya untuk melakukan
kegiatan eksplorasi oleh Penggugat dalam hal ini, termasuk saksi Hendri, SH
sebagai pemilik lahan.
15. Berdasarkan keterangan saksi
Asrizal, S.PdI Dt. Rajo Panghulu (Sekretaris KAN III Koto) tanggal 19 Mei 2015,
diterangkan bahwa yang bersangkutan juga pemilik lahan pada wilayah IUP yang
dikeluarkan oleh Tergugat, namun sampai saat ini belum mendapat persetujuan
saksi atas kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh Penggugat.
16. Bahwa berdasarkan keterangan
Ahli John Edward, meskipun persetujuan pemegang hak atas tanah bukan merupakan
syarat untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, namun persetujuan
pemegang hak tanah diperlukan pada saat melaksnakan kegiatan eksplorasi. Hal
ini sesuai dengan Pasal 135 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
17. Bahwa timbulnya konflik atas
penolakan pertambangan terjadi bukan pada saat IUP Eksplorasi diterbitkan oleh
Tergugat, melainkan pada saat IUP Eksplorasi telah dikantongi oleh Penggugat
dan Penggugat akan melaksanakan kegiatan eksplorasi atas wilayah IUP yang telah
ditetapkan. Hal ini sesuai dengan keterangan Saksi Hendri, SH dan Asrizal,
S.PdI Dt. Rajo Panghulu (Sekretaris KAN III Koto) tanggal 19 Mei 2015 yang
menerangkan penolakan terjadi berawal pada 11 Desember 2011, dimana pada saat
itu Penggugat telah mengantongi IUP Eksplorasi dan dukungan dari 14 orang
pemilik lahan.
18. Bahwa dukungan dari Tigo
Tungku Sajarangan sebagai bagian adanya persetujuan dari pemilik lahan yang
berasal dari tanah adat sangat dibutuhkan dalam meminimalisir konflik yang akan
ditimbulkan dikemudian hari. Hal ini
merupakan perwujudan atas amanat Pasal 9 ayat (3) Peraturan Daerah
Propinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya yang menyatakan :
“Pemanfaatan tanah ulayat
untuk kepentingan badan hukum dan atau perorangan dapat dilakukan berdasarkan
surat perjanjian pengusahaan dan pengelolaan antara penguasa dan pemilik
berdasarkan kesepakatan masyarakat adat dengan badan hukum dan atau perorangan
dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk lain yang disepakati berdasarkan
musyawarah untuk mufakat di KAN diketahui oleh Pemerintahan Nagari.
19. Bahwa berdasarkan Pasal 8
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka Pemerintah
Kabupaten memiliki kewenangan penyelesaian konflik masyarakat. Faktanya Tergugat
telah berulangkali menfasilitasi terjalinnya komunikasi yang baik antara
Penggugat dengan pemegang hak atas tanah yang berasal dari tanah ulayat.
20. Fasilitasi dimaksud dalam
bentuk pelaksanaan sosialisasi di tingkat nagari oleh Pemerintah Nagari dan
pemberian dukungan terhadap pemegang hak atas tanah yang berasal dari tanah
ulayat oleh Tigo Tungku Sajarangan. Namun faktanya tidak seluruh pemegang hak
atas tanah yang setuju atas adanya kegiatan eksplorasi yang dilaksanakan oleh
Penggugat.
21. Bahwa dari awal jelas
terlihat ketidakkonsistenan Penggugat dalam pengajuan IUP, apakah IUP
Eksplorasi atau akan mengajukan IUP Produksi. Hal ini dilihat dari adanya bukti
surat yang bertentangan dengan satu sama lain sebagaimana bukti P-54, P-55,P-56
dan P-60.
22. Bahwa berdasarkan keterangan
ahli John Edward, jangka waktu yang diberikan oleh UU No. 4 Tahun 2009 bersifat
limitatif maksimal, dengan kata lain Bupati dapat saja memberikan atau tidak
memberikan IUP Eksplorasi selama maksimal 8 (delapan) tahun, tergantung hasil
kegiatan eksplorasi yang telah dilaksanakan.
23. Menurut Ahli John Edward,
dengan telah disampaikannya laporan eksplorasi oleh Penggugat, menandakan bahwa
Penggugat akan memasuki kegiatan operasi produksi, dimana sebelumnya Penggugat
berkewajiban untuk mempresentasikan studi kelayakan. Dengan demikian tidak ada
keharusan dari Tergugat untuk memberikan IUP Eksplorasi sampai dengan 8
(delapan) tahun. Mengingat Penggugat sendiri yang mengajukan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP
Produksi.
24. Bahwa berdasarkan fakta
dipersidangan Penggugat belum memenuhi persyaratan untuk mendapat peningkatan
IUP Operasi Produksi.
Berdasarkan kesimpulan yang
telah diuraikan di atas, maka secara terang jelas dan nyata Gugatan Penggugat
tidak terbukti. Oleh karenanya
Majelis Hakim dalam perkara ini sudah sepantasnya menolak
Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidaknya tidak dapat diterima.
Demikian
disampaikan, selanjutnya mohon putusan yang seadil-adilnya.
Comments
Post a Comment