Contoh Kontra Memori Kasasi
KONTRA
MEMORI KASASI
Atas Memori Kasasi terhadap
PUTUSAN
PENGADILAN TINGGI PADANG
Nomor
: 144/PDT/2015/PT.PDG
Tertanggal
12 Januari 2016
|
Batusangkar, Februari 2016
Kepada
Yth
Bapak Ketua Mahkamah Agung R.I.
di
Jl. Medan Merdeka Utara No. 13
Jakarta Pusat.
melalui :
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar
di
Batusangkar.
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Bupati Tanah
Datar selaku TERMOHON KASASI, yaitu
M.
Rezha Fahlevie, SH, ,MH : adalah Advokat yang tergabung pada Kantor Hukum Fathan-Ghify & Associates, yang beralamat di. Jl. Sudirman No. 149 Lima Kaum, Batusangkar
| |
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
: 180/01/Hukum dan HAM-2015, tanggal 5 Januari 2015 yang yang telah diregister oleh Panitera
Pengadilan Negeri Batusangkar tanggal 7 Januari 2015 dibawah Nomor :
02/SK/PDT/2015/PN.BS.--------------------------------------------------------------------------
Dengan ini menyampaikan Kontra Memori
Kasasi atas Memori Kasasi yang diajukan PEMOHON KASASI terhadap Putusan
Pengadilan Tinggi Padang Nomor : 144/PDT/2015/PT.PDG, tertanggal 12 Januari
2016 jo Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar Nomor : 29/Pdt.G/2014/PN.Bsk,
tanggal 18 Agustus 2015.----------------------------------------------------------------------------------------
Bahwa
Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
terakhir telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009, menyebutkan tentang alasan hukum dalam permohonan kasasi
adalah untuk menguji apakah Judex Factie dalam memutuskan perkara telah
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.
tidak
berwenang atau melampaui batas wewenang;
2.
salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
3.
lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan;
Bahwa dengan tidak mengurangi rasa hormat pada Putusan Judex Factie,
bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/ TERGUGAT sangat keberatan dan tidak
sependapat dengan pertimbangan hukum dan amar Putusan Judex Factie Tingkat
Pertama (Pengadilan Negeri Batusangkar) yang mencampuradukan kewenangan peradilan
umum dengan kewenangan peradilan tata usaha negara, tanpa merujuk pada
dalil-dalil hukum yang benar dan nyata-nyata tidak mempertimbangkan fakta-fakta dan bukti-bukti yuridis secara
keseluruhan, sehingga putusan yang diberikan tidak mencerminkan irah-irah DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.-------------------------------
Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/ TERGUGAT sependapat dengan putusan Judex Factie Tingkat Banding
(Pengadilan Tinggi Padang), karena telah benar dalam menerapkan hukum sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencerminkan rasa keadilan
terutama bagi masyarakat. Oleh karenanya layak dan patut apabila Mahkamah Agung
RI menguatkan putusan dimaksud.-----------------------------
Bahwa
adapun yang menjadi alasan dan pertimbangan tersebut, adalah sebagai berikut :
A.
Bahwa
Judex Factie Tingkat Banding (Pengadilan
Tinggi Padang) telah benar dalam pertimbangannya menyatakan Pengadilan Negeri Batusangkar tidak berwenang
mengadili perkara a quo, karena merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha
Negara.-------
Bahwa
Judex Factie Tingkat Banding dalam pertimbangannya menyatakan :
1.
Bahwa pemberian
izin usaha pertambangan eksplorasi dari negara kepada perusahaan, koperasi dan
perseorangan bukanlah dalam ranah keperdataan melainkan administrasi negara,
sebab timbulnya hak tidak lahir karena perikatan atau perjanjian melainkan
lahir dari perbuatan administrasi negara yang diimplementasikan dalam bentuk
keputusan tata usaha negara dalam hal ini Keputusan Bupati Tanah Datar tentang
IUP Eksplorasi;
2.
Bahwa
berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut tercantum
dalam pokok-pokok pikiran angka 2 dan angka 6 dinyatakan sebagi berikut :
Angka 2 :
Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada Badan Usaha yang berbadan
hukum Indonesia, koperasi, perseorangan maupun masyarakat setempat untuk
melakukan pengusahaan mineral dan batu bara berdasarkan izin yang sejalan
dengan otonomi daerah, diberikan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya masing-masing;
3.
Bahwa
perbuatan Pembanding/ semula Tergugat yang tidak memproses perpanjangan IUP
Eksplorasi Terbanding/ semula Penggugat, dimana Pembanding/ semula Tergugat
telah menerbitkan ketetapan/beschiking yang merupakan ketetapan yang bersifat
fiktif negatif sebagai pejabat tata usaha negara yang mempunyai kewenangan
dalam hal itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 yang telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 yang menyatakan sebagai berikut :
Apabila Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu
menjadi kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha
Negara;
Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT sependapat dengan pertimbangan
Judex Factie Tingkat Banding dimaksud, merujuk pada peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan objek TUN yaitu : UU
No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah
yaitu dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan terakhir dengan UU. No.51 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, maka hal yang menjadi objek dalam sengketa TUN adalah Keputusan TUN
(Pasal 1 angka 10 UU PTUN) dengan pengertian dari Keputusan TUN (Pasal 1 angka
9 UU No.51/2009) adalah :
“suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Bahwa
menurut TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT, bahwa hak yang dimintakan oleh PEMOHON
KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT adalah murni dalam ranah hukum perizinan, dimana
IUP Eksplorasi yang dimohonkan perpanjangannya kepada TERMOHON
KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT adalah diwujudkan dalam suatu Keputusan Tata Usaha
Negara dalam bentuk bentuk izin (vergunning), sebagai
instrument yuridis
pemerintahan.---------
Bahwa instrumen yuridis tersebut
adalah dalam rangka tugas dan kewenangan pemerintah dalam menciptakan dan
menjaga ketertiban, keteraturan dan keamanan. Oleh karenanya instrument yuridis
ini merupakan bagian dari fungsi pengaturan yang dimiliki oleh pemerintah.
Sebagai instrument yuridis pemerintahan, oleh karenanya tindakan atau perbuatan
TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT
harus dipandang sebagai perbuatan atau tindakan dalam kerangka hukum
administasi negara yang bersifat konkret, final dan individual.------------------
Sejalan dengan hal tersebut
menurut Sjachran Basah, “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontrol berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku” (Sjahran Basah.
1995:30)--------------------------------------------------
Bahwa perbuatan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT
yang menerbitkan izin atau tidak menerbitkan izin haruslah dipahami sebagai
tindakan hukum pemerintah yang berada dan dijalankan dalam lapangan hukum
publik, dimana tindakan atau perbuatan dimaksud dalam kedudukannya sebagai
penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan yang memiliki tugas dan
tanggungjawab. Bahwa perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan
fungsi pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi
negara dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan
rakyat.--------------------
Bahwa tindakan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT
yang tidak memproses perpanjangan IUP Eksplorasi PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT,
harus dipahami bahwa TERMOHON
KASASI/PEMBANDING/ TERGUGAT telah menerbitkan ketetapan (beschiking) yang merupakan ketetapan
(beschiking) yang bersifat fiktif
negatif sebagai pejabat tata usaha negara yang memiliki kewenangan untuk hal
dimaksud. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yakni sebagai berikut
:---------------------------
“Apabila
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan
hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata
Usaha Negara”
Berdasarkan hal tersebut, apabila
PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT merasa keberatan atas tindakan atau
perbuatan TERMOHON
KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT, maka bukanlah kewenangan Peradilan Umum
untuk menguji tindakan administrasi Pejabat Tata Usaha Negara dalam menerbitkan
atau tidak menerbitkan keputusan tata usaha negara dalam hal ini Izin Usaha
Eksplorasi Pertambangan yang dimohonkan PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT.--------------------------------------------------------------------------------
Bahwa terdapat ketidakkonsistenan pada putusan Judex Factie
Tingkat Pertama yang menggunakan Pasal 97 UU No.9 Tahun 2004 sebagai rujukan.
Sebab Pasal 97 UU No.9 Tahun 2004 ternyata menjelaskan terhadap suatu Keputusan
Tata Usaha Negara juga dapat dimintakan putusan adanya penerbitan suatu
keputusan tata usaha negara. Dengan demikian hak yang dimintakan oleh PEMOHON
KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT harus diimplemantasikan dalam bentuk penerbitan
IUP Eksplorasi yang mana merupakan kompetensi/ kewenangan pengadilan tata usaha
negara.---------------------------------------------------------------------------
Bahwa Judex Factie Tingkat
Pertama juga keliru dalam pertimbangan hukumnya yang menyatakan PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT sudah
tidak memungkinkan lagi untuk mengajukan gugatan tata usaha negara karena telah
melampaui waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak tidak diterimanya permohonan PEMOHON
KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT, sehingga hal tersebut beralih menjadi kewenangan
peradilan umum.-----------------------------------------------------------
Bahwa menurut hemat kami apabila
tenggang waktu untuk mengajukan gugatan telah melampaui waktu, maka harus
dipandang sebagai kondisi “daluarsa” sehingga dengan demikian akibat hukumnya
gugatan menjadi gugur. Namun Faktanya Judex Factie Tingkat Pertama menilai
bahwa apabila suatu perkara yang merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha
Negara tetapi sudah melampaui tenggang waktu mengajukan gugatan, maka dengan
sendirinya kewenangan peradilan umum dalam hal ini Pengadilan Negeri
Batusangkar.---------------------------------------------------------
Bahwa Judex Factie Tingkat
Pertama telah keliru dalam pertimbangannya dengan menyimpulkan bahwa PEMOHON
KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT dalam petitumnya tidak pernah meminta dilakukan
pembatalan atas suatu ketetapan tata usaha negara, sehingga bukan menjadi
kewenangan peradilan tata usaha negara.----------------------------------
B.
Bahwa
TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT menolak seluruh dalil dan alasan PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT yang
menyatakan :
Judex
Factie Pengadilan Tinggi Padang telah lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara a quo
yaitunya lalai menerapkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.---------------------
Bahwa adapun yang menjadi alasan
dan pertimbangan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT , yakni sebagai berikut :
1.
Bahwa PEMOHON
KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT telah keliru dalam dalil dan pertimbangannya,
dimana perkara a quo masuk dalam ranah perdata dan merupakan kewenangan
pengadilan negeri berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU PEMDA). Dengan tidak adanya
kewenangan dari TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT untuk mengeluarkan keputusan tata usaha
negara dibidang mineral dan batubara, maka PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT
menganggap gugatan perkara a quo bukanlah masuk dalam ranah pengadilan tata
usaha negara.-------------------------------------------------------------------------------
2.
Bahwa menurut hemat kami, jelas dan
terang dalil dan pertimbangan dimaksud adalah sesat dan keliru. Sebab PEMOHON
KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT mendasarkan pada Pasal dalam UU PEMDA yang tidak
ada satupun frasa, kalimatnya yang berhubungan dengan kewenangan/ kompetensi
Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, mengadili dan
memutus perkara a quo.-------------------------------------------------------------
3.
Bahwa selanjutnya PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT malahan
mengkonstair dalil-dalil hukum yang sesat dan keliru sehingga pada kesimpulan
bukanlah kewenangan pengadilan tata usaha negara.----------------------------------------------------
4.
Bahwa PEMOHON
KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT berusaha mengaburkan substansi dari perkara a quo. Dimana dalam Gugatan dalam perkara a
quo secara jelas PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT pada angka 11 posita,
menyatakan :
“Bahwa
Penggugat sudah melakukan upaya dan membuat surat kepada Tergugat supaya IUP
Eksplorasi Penggugat diperpanjang, akan tetapi Penggugat tidak memberikan
tanggapan secara baik dan benar, bahkan Tergugat berupaya untuk tidak memproses
perpanjangan IUP Eksplorasi Penggugat. Tindakan Tergugat yang tidak
memperpanjang IUP eksplorasi Penggugat bertentangan dengan Pasal 42 ayat (1)
Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum”.
5.
Bahwa dengan demikian jelas substansi
perkara a quo adalah berkenaan dengan perizinan yang dimintakan oleh PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT kepada
TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT.--------------------------------------------
6.
Bahwa selanjutnya oleh karena Putusan
Judex Factie Tingkat Banding telah benar dalam putusannya yang menyatakan bahwa
Judex Factie Tingkat Pertama telah melampaui kewenangannya dalam memutus
perkara a quo. Sehingga dalil dan alasan PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT
mengenai timbulnya perbuatan melawan hukum sudah masuk dalam substansi dan
pokok perkara a quo haruslah dikesampingkan.-----------------------------------------
7.
Bahwa menurut hemat kami Judex Factie
Tingkat Pertama telah lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yakni dengan mengenyampingkan beberapa
Pasal dan Penjelasan Umum dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara dan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 16
Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, yang termasuk kedalam jenis
dan hierarki peraturan perundangan.------------------------------------------------------------
8.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, disebutkan Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.----------------------------------------------------------------
9.
Bahwa
berdasarkan Penjelasan Umum UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara yang terangkum dalam pokok-pokok pikiran angka 2 (dua) dan angka 6
(enam) , dinyatakan :
Angka 2
Pemerintah selanjutnya memberikan
kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi,
perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral
dari batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
masing-masing.
Angka 6
Dalam rangka terciptanya pembangunan
berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan
memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi
masyarakat
10.
Oleh karenanya Pemerintah Daerah
sebagai institusi yang diberikan kewenangan
untuk memberikan kesempatan kepada kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi,
perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral
dari batubara yang sejalan dengan otonomi daerah memiliki kekuasaan penuh
didalamnya.------------------------------------------------------ -
11.
Kewenangan
dimaksud dapat dipandang sebagai
kewenangan pemerintah daerah dalam menentukan persyaratan perizinan yang
berskala otonomi lokal sesuai dengan karakteristik setempatnya dengan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.---
12.
Bahwa
kewenangan dalam pelaksanaan otonomi dimaksud juga diamanatkan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan yakni :
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi
dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang
lebih tinggi.------------------------------------------
13.
Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (3)
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah
Ulayat dan Pemanfaatannya, dinyatakan :
Pemanfaatan tanah ulayat untuk
kepentingan badan hukum dan atau
perorangan dapat dilakukan berdasarkan surat perjanjian pengusahaan dan
pengelolaan antara penguasa dan pemilik berdasarkan kesepakatan masyarakat adat
dengan badan hukum dan atau perorangan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk
lain yang disepakati berdasarkan masyawarah dan mufakat di KAN, diketahui oleh
pemerintahan nagari.
14.
Berdasarkan hal tersebut Tungku Tigo
Sajarangan sebagai lembaga yang berasal dari unsur KAN memiliki kewenangan
dalam pengusaan ulayat, dimana wilayah IUP Eksplorasi yang dimintakan
perpanjangan seluruhnya merupakan berstatus tanah ulayat.Oleh sebab itu
dukungan dari Tungku Tigo Sajarangan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi
oleh PEMOHON KASASI/TERMOHON BANDING/ PENGGUGAT. --------------------------
Berdasarkan
hal tersebut jelas terangkum uraian peristiwa yang ternyata tidak pernah
diuraikan dan dibuktikan oleh PEMOHON KASASI/TERMOHON BANDING/ PENGGUGAT selama pemeriksaan perkara ini di Tingkat
Pertama dan Judex Factie Tingkat Pertama
lalai mempertimbangkan Penjelasan Umum UU No. 4 Tahun 2009
yang terangkum dalam pokok-pokok pikiran angka 2 (dua) dan angka 6 (enam) dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
.------------------------------------------------------------------------
C.
Bahwa
TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT menolak seluruh dalil dan alasan PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT yang menyatakan
:
Judex Factie Pengadilan Tinggi telah lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam memutus
perkara a quo yaitunya lalai menerapkan Pasal 1365 KUH Perdata. -----------------------
Bahwa adapun yang menjadi alasan
dan pertimbangan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT , yakni sebagai berikut :
1.
Bahwa TERMOHON
KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT akan mengutip kembali dalil dan alasan pada
dalil halaman 10 Memori Kasasi dan dalil halaman 15 Memori Kasasi :
Halaman
10 Memori Kasasi
“... Tindakan
dan perbuatan TERMOHON KASASI/PEMBANDING menjadi ranah perbuatan melawan hukum
dikarenakan pada saat gugatan ini diajukan IUP Eksplorasi yang tidak
dikeluarkan oleh TEMOHON KASASI/PEMBANDING sudah melebihi 3 (tiga) bulan
berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, gugatan ini hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90
(sembilan puluh) hari terhitung sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan
TUN dan juga berdasarkan UU Pemerintah Daerah pengeluaran IUP Eksplorasi bukan
lagi kewenangan TERMOHON KASASI/ PEMBANDING”.
Halaman
15 Memori Kasasi
“Menimbang, bahwa telah terjadi perikatan hukum
keperdataan Permohonan PT. Serasi Sekali Bumi Banua (selaku Penggugat saat ini) Nomor
011/SBB-SKN/2005 tanggal 5 April 2005 dan Nomor 028/SSB-D/V/2006 tanggal 26 Mei
2006 perihal Permohonan Ijin antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT diawali dengan
adanya Surat Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bijih Besi, yang diajukan kepada
Tergugat...”.
2.
Bahwa menurut hemat kami, jelas dan
terang dalil dan pertimbangan dimaksud bertentangan satu sama lain sehingga gugatan
dimaksud tidak bersandarkan pada hukum yang benar. Dimana terlihat keraguan
PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT tentang perkara ini termasuk perbuatan
melawan hukum atau wanprestasi yang lahir karena perjanjian atau perikatan.---------------------------------
3.
Hal yang sama juga terdapat dalam
pertimbangan hukum Judex Factie Tingkat
Pertama. Judex Factie Tingkat Pertama tidak konsisten dalam pertimbangannya
terutama berkenaan dengan perbuatan melawan hukum dan adanya perikatan hukum
keperdataan antara Penggugat dengan Tergugat.-----------------------------
4.
Bahwa diawal pertimbangannya Judex
Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 48 alinea 6) :-----------------------------------------------
“Menimbang, bahwa PMH dengan jelas kita jumpai di
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan : Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Pasal ini menunjukan bahwa hubungan hukum antara dua subyek hukum atau lebih
tidak diperjanjikan, tetapi muncul setelah ada perbuatan yang menimbulkan
kerugian kepada orang lain…
5.
Selanjutnya
pada pertimbangannya Judex Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 55 alinea
3 dan 4):----------------------------------------
“Menimbang,
memperhatikan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka Majelis Hakim
berpendapat tindakan Tergugat yang tidak memberikan perpanjangan IUP PT.
Serasi Sekali Bumi tidak beralasan dan telah menimbulkan kerugian kepada Pihak Penggugat, karena ada perbuatan
Tergugat yang salah atau lalai sehingga menimbulkan kerugian kepada Penggugat
sebagaimana diuraikan di atas.”
“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan
pertimbangan hukum tersebut di atas , maka majelis Hakim berpendapat tindakan
Tergugat yang tidak memberikan IUP Eksplorasi kepada Penggugat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 adalah merupakan
perbuatan melawan hukum.”
6.
Namun pada pertimbangan hukum
lainnya Judex Factie Tingkat Pertama
menyatakan (halaman 49 alinea 1) :-----------------------------------
“Menimbang, bahwa terjadi perikatan hukum
keperdataan antara Penggugat diawali dengan adanya Surat Permohonan PT. Serasi Sekali Bumi (selaku Penggugat saat ini) Nomor 011/SBB-SK/V/2005 tanggal 5 April
2005 dan Nomor 028/SSB-D/V/2006 tanggal 26 Mei 2006 perihal Permohonan Ijin
Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bijih Besi, yang diajukan kepada Tergugat selaku
Kepala Daerah di Kabupaten Tanah Datar …”
7.
Selanjutnya,
pada pertimabangan lainnya Judex Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 56
alinea 2) :-----------------------------------
“Menimbang,
bahwa sebagaimana telah diuraikan pada pertimbangan terhadap petitum sebelumnya
telah terjadi perikatan hukum keperdataan antara Penggugat dengan Tergugat
diawali dengan...”
Dengan
demikian terlihat bahwa Judex Factie
Tingkat Pertama berada dalam keraguan tentang perkara ini termasuk perbuatan
melawan hukum atau wanprestasi yang lahir karena perjanjian atau perikatan.---------------------------------------------
8.
Bahwa berdasarkan di atas telah secara
jelas dan terang, PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT telah menggabungkan dasar
gugatannya yaitu Perbuatan Melawan Hukum dengan gugatan wanprestasi. Hal ini
mengakibatkan ketidakjelasan mengenai perbuatan apa yang didalilkan oleh
Penggugat.-------------------------------
9.
Rachmat Setiawan, S.H menguraikan
“...batas antara perbuatan melawan hukum dan ingkar janji adalah bahwa pada
ingkar janji kerugian terjadi karena adanya suatu perjanjian, jika timbul
kerugian tanpa adanya suatu perjanjian maka hal tersebut adalah perbuatan
melawan hukum dan gugatannya harus diajukan berdasarkan Pasal 1365 BW...”
(Rachmat Setiawan : Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum ; Hal 4).-----------------------------------------------------------
10.
Bahwa berdasarkan teori dan doktrin
hukum, maka gugatan perbuatan melawan
hukum tidak dapat dicampur adukkan dengan gugatan wanprestasi sebab PMH lahir
dari perikatan karena undang-undang, sedang-kan wanprestasi lahir dari
perikatan karena perjanjian.-------------------------------------------------------------------------------
Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung RI (Judex Jure) No.1875 K/Pdt/1984
“Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata
tidak dibenarkan digabungkan dengan Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi) berdasarkan
1365 KUHPerdata dalam satu gugatan menurut tertib beracara perdata, keduanya
harus diselesaikan secara tersendiri”.
11. Perbuatan Melawan Hukum meskipun suatu
“perbuatan melawan hukum” (PMH) tidak perlu dibuktikan adanya unsur
“persetujuan” atau “kesepakatan” dan juga “causa yang diperbolehkan”, namun timbulnya kerugian
akibat dari suatu PMH merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi berdasarkan
Pasal 1365 KUHPerdata. Hubungan sebab akibat dari adanya suatu kerugian akibat
dari suatu PMH juga merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebagaimana
Pasal 1365 KHUPerdata.--------------------------------------------
12.
Bahwa apabila yang menjadi dasar
gugatan a quo adalah perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365
KUHPerdata yang dilakukan oleh Tergugat yakni sebagai berikut :
“
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
Oleh
karenanya, maka setiap gugatan perbuatan melawan hukum haruslah menguraikan
perbuatan/ tindakan apa yang dilakukan oleh Tergugat yang menimbulkan kerugian
bagi PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT dan tanggungjawab yang harus
dilaksanakan oleh TERMOHON KASASI/ PEMBANDING/ TERGUGAT.----------------------------------------------------------------------------
13.
Bahwa
dalam gugatannya PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT tidak menguraikan
kerugian yang dideritanya atas perbuatan hukum TERMOHON KASASI/ PEMBANDING/
TERGUGAT baik itu bersifat kekayaan / materil (vermogensschade) maupun yang bersifat idiil (moril).------------------------------------------------
Hal ini
sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1954/K/PDT/1983, tanggal 31
Agustus 1992.
“Gugatan yang berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum harus
dibuktikan oleh Jeudex Factie adanya unsur kesalahan dan kerugian... Kalau
tidak ada perincian besarnya kerugian yang diderita, maka gugatan ditolak”
14.
Selanjutnya terdapat keanehan dalam
pertimbangan Judex Factie Tingkat Pertama, yakni pada Putusan Pengadilan Negeri
Batusangkar hal 48 alinea 7, yang kami kutip kembali :
“Menimbang,
bahwa terhadap pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tersebut tidak bisa
dikenakan dengan uang paksa (dwangsom), sebab pasal di muka berkaitan dengan
masalah perikatan, yang dapat dilakukan penuntutan dengan upaya sita jaminan
dan/ atau eksekusi pelelangan terhadap harta tergugat. Sita Jaminan ditujukan
pada harta bergerak dari tergugat apabila tidak ada atau tidak cukup baru
terhadap harta yang tidak bergerak.
15.
Bahwa pertimbangan Judex Factie
Tingkat Pertama mengandung kekhilafan dan cenderung sesat, sebab PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT dalam
gugatannya tidak pernah mengajukan tuntutan ganti kerugian, uang paksa
(dwangsom) dan sita jaminan terhadap TERMOHON KASASI/ PEMBANDING/TERGUGAT.------------------------------------------------------
16.
Bahwa terhadap putusan yang
mengandung kekhilafan, kesesatan dan melampaui batas kewenangan, maka sudah sepantasnya dibatalkan dan
dikesampingkan.--------------------------
Berdasarkan alasan dan pertimbangan di atas,
telah jelas dan nyata bahwa Judex Factie
Tingkat Pertama yang telah salah menerapkan hukum dan khilaf dalam putusannya.
Oleh karenanya sudah sepantasnya Judex Jure mengenyampingkan putusan Judex Factie
Tingkat Pertama dan menguatkan putusan Putusan Judex Factie Tingkat Banding.------------------
D.
Bahwa
TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT menolak seluruh dalil dan alasan PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT yang
menyatakan :
Judex Factie Pengadilan Tinggi telah lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam
memutus perkara a quo yaitunya tidak mempertimbangkan Putusan Pengadilan Negeri
Batusangkar . ---------------------------------------------------------------------------------
Bahwa adapun yang menjadi alasan
dan pertimbangan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT , yakni sebagai berikut :
1.
Bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh
PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT merupakan pertimbangan bukti-bukti dan
fakta-fakta yang telah keliru
dipertimbangkan oleh Judex Factie Tingkat Pertama. Karena telah terbukti dalam
pertimbangan Judex Factie Tingkat Banding dan sebagaimana telah kami uraikan
diatas bahwa Judex factie Tingkat Pertama secara tidak benar dan keliru
menerapkan hukum dan lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan.------------------------------
2.
Bahwa seluruh bukti dan fakta jelas
telah dipertimbangkan oleh Judex Factie (Tingkat Pertama dan Tingkat Banding).
Oleh karenanya permohonan PEMOHON KASASI/ TERBANDING/PENGGUGAT, agar Mahkamah
Agung RI (judex Jure) mempertimbangkan
kembali bukti-bukti dan fakta-fakta yang sifatnya merupakan suatu penghargaan
atas kenyataan, jelas bertentangan dengan
Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana terakhir telah diubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009.------------------
3.
Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
mengenai pembuktian dalam tingkat Kasasi adalah merupakan suatu penghargaan
atas kenyatan sebagai berikut :
a.
Putusan Mahkamah Agung RI tertanggal
6 Agustus 1953, Nomor 104 K/Sip/1953
“Keberatan-keberatan
Kasasi yang semata-mata mengenai soal pembuktian tidak dapat dipertimbangkan
dalam tingkat kassi, karena keberatan-keberatan tersebut tidak mengenai
pelaksanaan hukum, mengenai penghargaan kenyataan”
b.
Putusan Mahkamah Agung RI, tanggal 21
Juni 2006, Nomor 16K/Sip/2002
“...lagi
pula alasan tersebut hanya merupakan pengulangan fakta dan mengenai penilaian
hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana
tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi, karena
pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan
penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui
batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang
tentang Mahkamah Agung ...”
c.
Putusan Mahkamah Agung RI
tanggal 29 Januari 2010, Nomor 6
K/Pdt.Sus/2010
“Bahwa
lagi pula mengenai hasil pembuktian yang bersifat penghargaan atas kenyataan ,
hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi, karena
pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan
penerapan hukum, adanya pelanggaran yang berlaku, adanya kelalaian dalam
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila
pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas
wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang
tentang Mahkamah Agung ...”
4.
Bahwa selanjutnya menurut Yahya
Harahap, dijelaskan “2. Alasan yang semata-mata soal pembuktian alasan atau
keberatan kasasi lain yang dianggap tidak mengenai persoalan, tetapi mengenai
penghargaan kenyataan (van feitel ke
aard) adalah alasan yang semata-mata mengenai soal pembuktian.---------------------------------------
5.
Berdasarkan hal tersebut, jelas dalil-dalil PEMOHON
KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT tidak beralasan hukum untuk mengajukan permohonan
kasasi ini. Oleh karena itu tidak dapat dipertimbangkan dalam Tingkat Kasasi.-----------------
Berdasarkan
pertimbangan dan alasan serta fakta- fakta yang telah diuraikan oleh TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT tersebut
diatas, kiranya Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tingkat Kasasi berkenan
memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
-
Menolak gugatan PEMOHON
KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT;
-
Menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi
Padang Nomor : 144/PDT/2015/PT.PDG, tertanggal 12 Januari 2016;
-
Membebankan biaya perkara yang timbul
kepada PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT;
Hormat
Kami
Kuasa
Termohon Kasasi/Pembanding/Tergugat
M. Rezha Fahlevie, SH, MH
Comments
Post a Comment