Contoh Kontra Memori Kasasi



KONTRA MEMORI KASASI
Atas Memori Kasasi terhadap
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PADANG
Nomor : 144/PDT/2015/PT.PDG
Tertanggal 12 Januari 2016

Batusangkar,        Februari  2016

Kepada Yth
Bapak Ketua Mahkamah Agung R.I.
di
Jl. Medan Merdeka Utara No. 13
Jakarta Pusat.

melalui :
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar
di
Batusangkar.

Dengan hormat,

Untuk dan atas nama Bupati Tanah Datar selaku TERMOHON KASASI, yaitu
M. Rezha Fahlevie, SH, ,MH : adalah Advokat yang tergabung pada Kantor Hukum Fathan-Ghify & Associates, yang beralamat di. Jl. Sudirman No. 149 Lima Kaum, Batusangkar



Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 180/01/Hukum dan HAM-2015, tanggal 5 Januari 2015 yang  yang telah diregister oleh Panitera Pengadilan Negeri Batusangkar tanggal 7 Januari 2015 dibawah Nomor : 02/SK/PDT/2015/PN.BS.--------------------------------------------------------------------------

Dengan ini menyampaikan Kontra Memori Kasasi atas Memori Kasasi yang diajukan PEMOHON KASASI terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor : 144/PDT/2015/PT.PDG, tertanggal 12 Januari 2016 jo Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar Nomor : 29/Pdt.G/2014/PN.Bsk, tanggal 18 Agustus 2015.----------------------------------------------------------------------------------------

Bahwa Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana terakhir telah diubah  dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, menyebutkan tentang alasan hukum dalam permohonan kasasi adalah untuk menguji apakah Judex Factie dalam memutuskan perkara telah melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.          tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
2.          salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
3.          lalai  memenuhi  syarat-syarat  yang  diwajibkan  oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;

Bahwa dengan tidak mengurangi rasa hormat pada Putusan Judex Factie, bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/ TERGUGAT sangat keberatan dan tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dan amar Putusan Judex Factie Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri Batusangkar) yang mencampuradukan kewenangan peradilan umum dengan kewenangan peradilan tata usaha negara, tanpa merujuk pada dalil-dalil hukum yang benar dan nyata-nyata tidak mempertimbangkan  fakta-fakta dan bukti-bukti yuridis secara keseluruhan, sehingga putusan yang diberikan tidak mencerminkan irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.-------------------------------

Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/ TERGUGAT sependapat  dengan putusan Judex Factie Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi Padang), karena telah benar dalam menerapkan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencerminkan rasa keadilan terutama bagi masyarakat. Oleh karenanya layak dan patut apabila Mahkamah Agung RI menguatkan putusan dimaksud.-----------------------------

Bahwa adapun yang menjadi alasan dan pertimbangan tersebut,  adalah sebagai berikut :
A.         Bahwa Judex Factie  Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi Padang) telah benar dalam pertimbangannya menyatakan  Pengadilan Negeri Batusangkar tidak berwenang mengadili perkara a quo, karena merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.-------

Bahwa Judex Factie Tingkat Banding dalam pertimbangannya menyatakan :
1.          Bahwa pemberian izin usaha pertambangan eksplorasi dari negara kepada perusahaan, koperasi dan perseorangan bukanlah dalam ranah keperdataan melainkan administrasi negara, sebab timbulnya hak tidak lahir karena perikatan atau perjanjian melainkan lahir dari perbuatan administrasi negara yang diimplementasikan dalam bentuk keputusan tata usaha negara dalam hal ini Keputusan Bupati Tanah Datar tentang IUP Eksplorasi;

2.          Bahwa berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut tercantum dalam pokok-pokok pikiran angka 2 dan angka 6 dinyatakan sebagi berikut :
Angka 2 : Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada Badan Usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batu bara berdasarkan izin yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing;

3.          Bahwa perbuatan Pembanding/ semula Tergugat yang tidak memproses perpanjangan IUP Eksplorasi Terbanding/ semula Penggugat, dimana Pembanding/ semula Tergugat telah menerbitkan ketetapan/beschiking yang merupakan ketetapan yang bersifat fiktif negatif sebagai pejabat tata usaha negara yang mempunyai kewenangan dalam hal itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang menyatakan sebagai berikut :
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara;



Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT sependapat dengan pertimbangan Judex Factie Tingkat Banding dimaksud, merujuk pada peraturan-peraturan yang berhubungan dengan  objek TUN yaitu : UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah yaitu dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan terakhir dengan UU. No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka hal yang menjadi objek dalam sengketa TUN adalah Keputusan TUN (Pasal 1 angka 10 UU PTUN) dengan pengertian dari Keputusan TUN (Pasal 1 angka 9 UU No.51/2009) adalah :
“suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.


Bahwa menurut TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT, bahwa hak yang dimintakan oleh PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT adalah murni dalam ranah hukum perizinan, dimana IUP Eksplorasi yang dimohonkan perpanjangannya kepada TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT adalah diwujudkan dalam suatu Keputusan Tata Usaha Negara dalam bentuk bentuk izin (vergunning), sebagai instrument yuridis  pemerintahan.---------

Bahwa instrumen yuridis tersebut adalah dalam rangka tugas dan kewenangan pemerintah dalam menciptakan dan menjaga ketertiban, keteraturan dan keamanan. Oleh karenanya instrument yuridis ini merupakan bagian dari fungsi pengaturan yang dimiliki oleh pemerintah. Sebagai instrument yuridis pemerintahan, oleh karenanya tindakan atau perbuatan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT harus dipandang sebagai perbuatan atau tindakan dalam kerangka hukum administasi negara yang bersifat konkret, final dan individual.------------------

Sejalan dengan hal tersebut menurut Sjachran Basah, “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontrol berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Sjahran Basah. 1995:30)--------------------------------------------------
                                      
Bahwa perbuatan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT yang menerbitkan izin atau tidak menerbitkan izin haruslah dipahami sebagai tindakan hukum pemerintah yang berada dan dijalankan dalam lapangan hukum publik, dimana tindakan atau perbuatan dimaksud dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan yang memiliki tugas dan tanggungjawab. Bahwa perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi negara dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.--------------------

Bahwa tindakan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT yang tidak memproses perpanjangan IUP Eksplorasi PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT, harus dipahami bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/ TERGUGAT telah menerbitkan ketetapan  (beschiking) yang merupakan ketetapan (beschiking)  yang bersifat fiktif negatif sebagai pejabat tata usaha negara yang memiliki kewenangan untuk hal dimaksud. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yakni sebagai berikut :---------------------------
“Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara”

Berdasarkan hal tersebut, apabila PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT merasa keberatan atas tindakan atau perbuatan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT, maka bukanlah kewenangan Peradilan Umum untuk menguji tindakan administrasi Pejabat Tata Usaha Negara dalam menerbitkan atau tidak menerbitkan keputusan tata usaha negara dalam hal ini Izin Usaha Eksplorasi Pertambangan yang dimohonkan PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT.--------------------------------------------------------------------------------

Bahwa terdapat  ketidakkonsistenan pada putusan Judex Factie Tingkat Pertama yang menggunakan Pasal 97 UU No.9 Tahun 2004 sebagai rujukan. Sebab Pasal 97 UU No.9 Tahun 2004 ternyata menjelaskan terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara juga dapat dimintakan putusan adanya penerbitan suatu keputusan tata usaha negara. Dengan demikian hak yang dimintakan oleh PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT harus diimplemantasikan dalam bentuk penerbitan IUP Eksplorasi yang mana merupakan kompetensi/ kewenangan pengadilan tata usaha negara.---------------------------------------------------------------------------

Bahwa Judex Factie Tingkat Pertama juga keliru dalam pertimbangan hukumnya yang menyatakan  PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengajukan gugatan tata usaha negara karena telah melampaui waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak tidak diterimanya permohonan PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT, sehingga hal tersebut beralih menjadi kewenangan peradilan umum.-----------------------------------------------------------

Bahwa menurut hemat kami apabila tenggang waktu untuk mengajukan gugatan telah melampaui waktu, maka harus dipandang sebagai kondisi “daluarsa” sehingga dengan demikian akibat hukumnya gugatan menjadi gugur. Namun Faktanya Judex Factie Tingkat Pertama menilai bahwa apabila suatu perkara yang merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara tetapi sudah melampaui tenggang waktu mengajukan gugatan, maka dengan sendirinya kewenangan peradilan umum dalam hal ini Pengadilan Negeri Batusangkar.---------------------------------------------------------

Bahwa Judex Factie Tingkat Pertama telah keliru dalam pertimbangannya dengan menyimpulkan bahwa PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT dalam petitumnya tidak pernah meminta dilakukan pembatalan atas suatu ketetapan tata usaha negara, sehingga bukan menjadi kewenangan peradilan tata usaha negara.----------------------------------
B.         Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT menolak seluruh dalil dan alasan  PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT  yang  menyatakan :
Judex Factie Pengadilan Tinggi Padang telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara a quo yaitunya lalai menerapkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.---------------------

Bahwa adapun yang menjadi alasan dan pertimbangan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT , yakni sebagai berikut :
1.           Bahwa PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT telah keliru dalam dalil dan pertimbangannya, dimana perkara a quo masuk dalam ranah perdata dan merupakan kewenangan pengadilan negeri berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU PEMDA). Dengan tidak adanya kewenangan dari TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT  untuk mengeluarkan keputusan tata usaha negara dibidang mineral dan batubara, maka PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT menganggap gugatan perkara a quo bukanlah masuk dalam ranah pengadilan tata usaha negara.-------------------------------------------------------------------------------

2.           Bahwa menurut hemat kami, jelas dan terang dalil dan pertimbangan dimaksud adalah sesat dan keliru. Sebab PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT mendasarkan pada Pasal dalam UU PEMDA yang tidak ada satupun frasa, kalimatnya yang berhubungan dengan kewenangan/ kompetensi Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo.-------------------------------------------------------------


3.           Bahwa selanjutnya PEMOHON  KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT malahan mengkonstair dalil-dalil hukum yang sesat dan keliru sehingga pada kesimpulan bukanlah kewenangan pengadilan tata usaha negara.----------------------------------------------------

4.           Bahwa PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT berusaha mengaburkan substansi dari perkara  a quo. Dimana dalam Gugatan dalam perkara a quo secara jelas PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT pada angka 11 posita, menyatakan :
“Bahwa Penggugat sudah melakukan upaya dan membuat surat kepada Tergugat supaya IUP Eksplorasi Penggugat diperpanjang, akan tetapi Penggugat tidak memberikan tanggapan secara baik dan benar, bahkan Tergugat berupaya untuk tidak memproses perpanjangan IUP Eksplorasi Penggugat. Tindakan Tergugat yang tidak memperpanjang IUP eksplorasi Penggugat bertentangan dengan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum”.

5.           Bahwa dengan demikian jelas substansi perkara a quo adalah berkenaan dengan perizinan yang dimintakan oleh  PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT kepada TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT.--------------------------------------------

6.           Bahwa selanjutnya oleh karena Putusan Judex Factie Tingkat Banding telah benar dalam putusannya yang menyatakan bahwa Judex Factie Tingkat Pertama telah melampaui kewenangannya dalam memutus perkara a quo. Sehingga dalil dan alasan PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT mengenai timbulnya perbuatan melawan hukum sudah masuk dalam substansi dan pokok perkara a quo haruslah dikesampingkan.-----------------------------------------
                                            


7.           Bahwa menurut hemat kami Judex Factie Tingkat Pertama telah lalai  memenuhi  syarat-syarat  yang  diwajibkan  oleh peraturan perundang-undangan yakni dengan mengenyampingkan beberapa Pasal dan Penjelasan Umum dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, yang termasuk kedalam jenis dan hierarki peraturan perundangan.------------------------------------------------------------

8.           Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan  tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.----------------------------------------------------------------

9.           Bahwa berdasarkan Penjelasan Umum UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang terangkum dalam pokok-pokok pikiran angka 2 (dua) dan angka 6 (enam) , dinyatakan :
Angka 2
Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dari batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Angka 6
Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat


10.       Oleh karenanya Pemerintah Daerah sebagai institusi yang diberikan kewenangan  untuk memberikan kesempatan kepada kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dari batubara yang sejalan dengan otonomi daerah memiliki kekuasaan penuh didalamnya.------------------------------------------------------ -

11.       Kewenangan dimaksud dapat dipandang  sebagai kewenangan pemerintah daerah dalam menentukan persyaratan perizinan yang berskala otonomi lokal sesuai dengan karakteristik setempatnya dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.---

12.       Bahwa kewenangan dalam pelaksanaan otonomi dimaksud juga diamanatkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun  2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yakni :
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.------------------------------------------

13.       Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, dinyatakan :
Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan badan hukum dan atau  perorangan dapat dilakukan berdasarkan surat perjanjian pengusahaan dan pengelolaan antara penguasa dan pemilik berdasarkan kesepakatan masyarakat adat dengan badan hukum dan atau perorangan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk lain yang disepakati berdasarkan masyawarah dan mufakat di KAN, diketahui oleh pemerintahan nagari.



14.       Berdasarkan hal tersebut Tungku Tigo Sajarangan sebagai lembaga yang berasal dari unsur KAN memiliki kewenangan dalam pengusaan ulayat, dimana wilayah IUP Eksplorasi yang dimintakan perpanjangan seluruhnya merupakan berstatus tanah ulayat.Oleh sebab itu dukungan dari Tungku Tigo Sajarangan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh PEMOHON KASASI/TERMOHON BANDING/ PENGGUGAT. --------------------------

Berdasarkan hal tersebut jelas terangkum uraian peristiwa yang ternyata tidak pernah diuraikan dan dibuktikan oleh PEMOHON KASASI/TERMOHON BANDING/ PENGGUGAT  selama pemeriksaan perkara ini di Tingkat Pertama dan Judex Factie Tingkat Pertama lalai mempertimbangkan Penjelasan Umum UU No. 4 Tahun 2009 yang terangkum dalam pokok-pokok pikiran angka 2 (dua) dan angka 6 (enam) dan  Pasal 9 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya .------------------------------------------------------------------------

C.         Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT menolak seluruh dalil dan alasan  PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT  yang  menyatakan :
Judex Factie Pengadilan Tinggi telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara a quo yaitunya lalai menerapkan Pasal 1365 KUH Perdata. -----------------------

Bahwa adapun yang menjadi alasan dan pertimbangan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT , yakni sebagai berikut :
1.           Bahwa TERMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT akan mengutip kembali dalil dan alasan  pada  dalil halaman 10 Memori Kasasi dan dalil halaman 15 Memori Kasasi :


Halaman 10 Memori Kasasi
“... Tindakan dan perbuatan TERMOHON KASASI/PEMBANDING menjadi ranah perbuatan melawan hukum dikarenakan pada saat gugatan ini diajukan IUP Eksplorasi yang tidak dikeluarkan oleh TEMOHON KASASI/PEMBANDING sudah melebihi 3 (tiga) bulan berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, gugatan ini hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan TUN dan juga berdasarkan UU Pemerintah Daerah pengeluaran IUP Eksplorasi bukan lagi kewenangan TERMOHON KASASI/ PEMBANDING”.

Halaman 15 Memori Kasasi
“Menimbang, bahwa telah terjadi perikatan hukum keperdataan Permohonan PT. Serasi Sekali Bumi Banua (selaku Penggugat saat ini) Nomor 011/SBB-SKN/2005 tanggal 5 April 2005 dan Nomor 028/SSB-D/V/2006 tanggal 26 Mei 2006 perihal Permohonan Ijin antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT diawali dengan adanya Surat Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bijih Besi, yang diajukan kepada Tergugat...”.

2.           Bahwa menurut hemat kami, jelas dan terang dalil dan pertimbangan dimaksud  bertentangan satu sama lain sehingga gugatan dimaksud tidak bersandarkan pada hukum yang benar. Dimana terlihat keraguan PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT tentang perkara ini termasuk perbuatan melawan hukum atau wanprestasi yang lahir karena perjanjian atau perikatan.---------------------------------

3.           Hal yang sama juga terdapat dalam pertimbangan  hukum Judex Factie Tingkat Pertama. Judex Factie Tingkat Pertama tidak konsisten dalam pertimbangannya terutama berkenaan dengan perbuatan melawan hukum dan adanya perikatan hukum keperdataan antara Penggugat dengan Tergugat.-----------------------------


4.           Bahwa diawal pertimbangannya Judex Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 48 alinea 6)  :-----------------------------------------------
“Menimbang, bahwa PMH dengan jelas kita jumpai di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal ini menunjukan bahwa hubungan hukum antara dua subyek hukum atau lebih tidak diperjanjikan, tetapi muncul setelah ada perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada orang lain…

5.           Selanjutnya pada pertimbangannya Judex Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 55 alinea 3 dan 4):----------------------------------------
“Menimbang, memperhatikan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka Majelis Hakim berpendapat tindakan Tergugat yang tidak memberikan perpanjangan IUP PT. Serasi Sekali Bumi tidak beralasan dan telah menimbulkan kerugian  kepada Pihak Penggugat, karena ada perbuatan Tergugat yang salah atau lalai sehingga menimbulkan kerugian kepada Penggugat sebagaimana diuraikan di atas.”

“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan pertimbangan hukum tersebut di atas , maka majelis Hakim berpendapat tindakan Tergugat yang tidak memberikan IUP Eksplorasi kepada Penggugat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 adalah merupakan perbuatan melawan hukum.”

6.           Namun pada pertimbangan hukum lainnya  Judex Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 49 alinea 1) :-----------------------------------
“Menimbang, bahwa terjadi perikatan hukum keperdataan antara Penggugat diawali dengan adanya Surat Permohonan PT. Serasi Sekali Bumi (selaku Penggugat saat ini) Nomor 011/SBB-SK/V/2005 tanggal 5 April 2005 dan Nomor 028/SSB-D/V/2006 tanggal 26 Mei 2006 perihal Permohonan Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bijih Besi, yang diajukan kepada Tergugat selaku Kepala Daerah di Kabupaten Tanah Datar …”

7.           Selanjutnya, pada pertimabangan lainnya Judex Factie Tingkat Pertama menyatakan (halaman 56 alinea 2) :-----------------------------------
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan pada pertimbangan terhadap petitum sebelumnya telah terjadi perikatan hukum keperdataan antara Penggugat dengan Tergugat diawali dengan...”

Dengan demikian terlihat bahwa Judex Factie Tingkat Pertama berada dalam keraguan tentang perkara ini termasuk perbuatan melawan hukum atau wanprestasi yang lahir karena perjanjian atau perikatan.---------------------------------------------

8.           Bahwa berdasarkan di atas telah secara jelas dan terang, PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT telah menggabungkan dasar gugatannya yaitu Perbuatan Melawan Hukum dengan gugatan wanprestasi. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan mengenai perbuatan apa yang didalilkan oleh Penggugat.-------------------------------
       
9.           Rachmat Setiawan, S.H menguraikan “...batas antara perbuatan melawan hukum dan ingkar janji adalah bahwa pada ingkar janji kerugian terjadi karena adanya suatu perjanjian, jika timbul kerugian tanpa adanya suatu perjanjian maka hal tersebut adalah perbuatan melawan hukum dan gugatannya harus diajukan berdasarkan Pasal 1365 BW...” (Rachmat Setiawan : Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum ; Hal 4).-----------------------------------------------------------

10.       Bahwa berdasarkan teori dan doktrin hukum,  maka gugatan perbuatan melawan hukum tidak dapat dicampur adukkan dengan gugatan wanprestasi sebab PMH lahir dari perikatan karena undang-undang, sedang-kan wanprestasi lahir dari perikatan karena perjanjian.-------------------------------------------------------------------------------

Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung RI (Judex Jure)  No.1875 K/Pdt/1984

Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata tidak dibenarkan digabungkan dengan Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi) berdasarkan 1365 KUHPerdata dalam satu gugatan menurut tertib beracara perdata, keduanya harus diselesaikan secara tersendiri.


11.        Perbuatan Melawan Hukum  meskipun suatu “perbuatan melawan hukum” (PMH) tidak perlu dibuktikan adanya unsur “persetujuan” atau “kesepakatan” dan juga “causa yang diperbolehkan”, namun timbulnya kerugian akibat dari suatu PMH merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Hubungan sebab akibat dari adanya suatu kerugian akibat dari suatu PMH juga merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebagaimana Pasal 1365 KHUPerdata.--------------------------------------------

12.       Bahwa apabila yang menjadi dasar gugatan a quo adalah perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata yang dilakukan oleh Tergugat yakni sebagai berikut :
“ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
                                    
Oleh karenanya, maka setiap gugatan perbuatan melawan hukum haruslah menguraikan perbuatan/ tindakan apa yang dilakukan oleh Tergugat yang menimbulkan kerugian bagi PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh TERMOHON KASASI/ PEMBANDING/ TERGUGAT.----------------------------------------------------------------------------


13.       Bahwa dalam gugatannya PEMOHON KASASI/ TERBANDING/ PENGGUGAT tidak menguraikan kerugian yang dideritanya atas perbuatan hukum TERMOHON KASASI/ PEMBANDING/ TERGUGAT baik itu bersifat kekayaan / materil (vermogensschade) maupun yang bersifat idiil (moril).------------------------------------------------


Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1954/K/PDT/1983, tanggal 31 Agustus 1992.
“Gugatan yang berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum harus dibuktikan oleh Jeudex Factie adanya unsur kesalahan dan kerugian... Kalau tidak ada perincian besarnya kerugian yang diderita, maka gugatan ditolak”

14.       Selanjutnya terdapat keanehan dalam pertimbangan Judex Factie Tingkat Pertama, yakni pada Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar hal 48 alinea 7, yang kami kutip kembali :
Menimbang, bahwa terhadap pelaksanaan pembayaran ganti kerugian tersebut tidak bisa dikenakan dengan uang paksa (dwangsom), sebab pasal di muka berkaitan dengan masalah perikatan, yang dapat dilakukan penuntutan dengan upaya sita jaminan dan/ atau eksekusi pelelangan terhadap harta tergugat. Sita Jaminan ditujukan pada harta bergerak dari tergugat apabila tidak ada atau tidak cukup baru terhadap harta yang tidak bergerak.

15.       Bahwa pertimbangan Judex Factie Tingkat Pertama mengandung kekhilafan dan cenderung sesat, sebab PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT dalam gugatannya tidak pernah mengajukan tuntutan ganti kerugian, uang paksa (dwangsom) dan sita jaminan terhadap TERMOHON KASASI/ PEMBANDING/TERGUGAT.------------------------------------------------------

16.       Bahwa terhadap putusan yang mengandung kekhilafan, kesesatan dan melampaui batas kewenangan, maka  sudah sepantasnya dibatalkan dan dikesampingkan.--------------------------

Berdasarkan alasan dan pertimbangan di atas, telah jelas dan nyata bahwa  Judex Factie Tingkat Pertama yang telah salah menerapkan hukum dan khilaf dalam putusannya. Oleh karenanya sudah sepantasnya Judex Jure mengenyampingkan putusan Judex Factie Tingkat Pertama dan menguatkan putusan Putusan Judex Factie Tingkat Banding.------------------

D.        Bahwa TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT menolak seluruh dalil dan alasan  PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT  yang  menyatakan :
Judex Factie Pengadilan Tinggi telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara a quo yaitunya tidak mempertimbangkan Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar . ---------------------------------------------------------------------------------

Bahwa adapun yang menjadi alasan dan pertimbangan TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT , yakni sebagai berikut :

1.           Bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT merupakan pertimbangan bukti-bukti dan fakta-fakta  yang telah keliru dipertimbangkan oleh Judex Factie Tingkat Pertama. Karena telah terbukti dalam pertimbangan Judex Factie Tingkat Banding dan sebagaimana telah kami uraikan diatas bahwa Judex factie Tingkat Pertama secara tidak benar dan keliru menerapkan hukum dan lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.------------------------------

2.           Bahwa seluruh bukti dan fakta jelas telah dipertimbangkan oleh Judex Factie (Tingkat Pertama dan Tingkat Banding). Oleh karenanya permohonan PEMOHON KASASI/ TERBANDING/PENGGUGAT, agar Mahkamah Agung RI (judex Jure) mempertimbangkan kembali bukti-bukti dan fakta-fakta yang sifatnya merupakan suatu penghargaan atas kenyataan, jelas bertentangan dengan  Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana terakhir telah diubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.------------------

3.           Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi mengenai pembuktian dalam tingkat Kasasi adalah merupakan suatu penghargaan atas kenyatan sebagai berikut :
a.          Putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 6 Agustus 1953, Nomor 104 K/Sip/1953
“Keberatan-keberatan Kasasi yang semata-mata mengenai soal pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kassi, karena keberatan-keberatan tersebut tidak mengenai pelaksanaan hukum, mengenai penghargaan kenyataan”

b.          Putusan Mahkamah Agung RI, tanggal 21 Juni 2006, Nomor 16K/Sip/2002
“...lagi pula alasan tersebut hanya merupakan pengulangan fakta dan mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian  dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung ...”

c.           Putusan Mahkamah Agung RI tanggal  29 Januari 2010, Nomor 6 K/Pdt.Sus/2010
“Bahwa lagi pula mengenai hasil pembuktian yang bersifat penghargaan atas kenyataan , hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas  wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung ...”

4.           Bahwa selanjutnya menurut Yahya Harahap, dijelaskan “2. Alasan yang semata-mata soal pembuktian alasan atau keberatan kasasi lain yang dianggap tidak mengenai persoalan, tetapi mengenai penghargaan kenyataan (van feitel ke aard) adalah alasan yang semata-mata mengenai soal pembuktian.---------------------------------------

5.           Berdasarkan hal tersebut, jelas dalil-dalil PEMOHON KASASI/TERBANDING/PENGGUGAT tidak beralasan hukum untuk mengajukan permohonan kasasi ini. Oleh karena itu tidak dapat dipertimbangkan dalam Tingkat Kasasi.-----------------

Berdasarkan pertimbangan dan alasan serta fakta- fakta yang telah diuraikan oleh TERMOHON KASASI/PEMBANDING/TERGUGAT tersebut diatas, kiranya Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tingkat Kasasi berkenan memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
-              Menolak gugatan PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT;
-              Menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor : 144/PDT/2015/PT.PDG, tertanggal 12 Januari 2016;
-              Membebankan biaya perkara yang timbul kepada PEMOHON KASASI/TERBANDING/ PENGGUGAT;

Hormat Kami
Kuasa Termohon Kasasi/Pembanding/Tergugat

M. Rezha Fahlevie, SH, MH







Comments

Popular Posts