PENGELOLAAN RUMAH SUSUN NEGARA SEBAGAI BAGIAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH : (Pelaksanaan Sewa dan Kerjasama Pemanfaan Barang Milik Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah)
PENGELOLAAN
RUMAH SUSUN NEGARA SEBAGAI BAGIAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH : (Pelaksanaan Sewa dan Kerjasama Pemanfaan
Barang Milik Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah)
Oleh :
M. REZHA FAHLEVIE
(Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Univ. Andalas, NIM. 1320112037)
A.
PENDAHULUAN
Undang-Undang
Dasar Negara RI Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1), menegaskan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera, lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis
dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif.
Oleh karena itu negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan
tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau[1].
Tanggung
jawab negara yang dalam hal ini
dilaksanakan oleh pemerintah dalam pemenuhan hak akan tempat tinggal diwujudkan
dalam bentuk pembangunan perumahan sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan
dasar yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Pembangunan
perumahan dimaksud ditujukan dalam rangka agar masyarakat dapat menempati
hunian dan tempat tinggal yang layak, sehat, serasi dan teratur. Sehingga
persoalan penataan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dan terjadi kantong-kantong
kawasan kumuh dapat diantisipasi.
Pembangunan
rumah susun merupakan salah satu alternative pemecahan masalah kebutuhan
perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya
meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi tanah, membuat
ruang-ruang terbuka kota lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara
peremajaan kota bagi daerah kumuh.[2]
Dengan
pembangunan rumah susun, sebidang tanah dapat digunakan secara optimal untuk
menjadi tempat tinggal bertingkat yang dapat menampung sekian dan sebanyak
mungkin orang. Melalui pembangunan rumah susun, optimasi penggunaan tanah
secara vertikal sampai beberapa tingkat akan lebih efektif daripada optimasi
penggunaan tanah secara horizontal.[3]
Pembangunan
rumah susun di samping merupakan salah satu alternative pemenuhan akan rumah
sebagai tempat tinggal atau hunian bagi warga kota yang padat penduduknya, juga
merupakan pengembangan wilayah kota secara vertikal. Pembangunan rumah susun
dapat dikonsumsikan untuk masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas,
menengah dan ke bawah. Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh
pemerintah atau pengembang. Dari aspek penguasaannya , rumah susun dapat
dikuasai dengan cara pemilikan atau sewa menyewa.[4]
Saat ini di Indonesia di kenal
beberapa tipe tumah susun :
1.
Rumah susun mewah, yang penghuninya
sebagian adalah tenaga kerja asing.
2.
Rumah susun golongan menengah yang
dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
3.
Rumah susun sederhana yang dihuni
oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
4.
Rumah susun murah yang dihuni oleh
masyarakat berpenghasilan rendah kebawah.[5]
Jika pada
awalnya pembangunan rumah susun dititik beratkan pada kawasan perkotaan saja
sebagai bagian antisipasi mengatasi persoalan “konflik
urban”, maka lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun menggantikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang
dipandang tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang,
dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan
rumah susun.
Hal yang
menarik dengan terbitnya Undang-Undang tentang Rumah Susun ini adalah
penyerahan tanggung jawab pengelolaan rumah susun juga dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dalam hal ini bupati/ walikota.
Undang-Undang
Dasar Negara RI Tahun 1945, menyatakan bahwa pemerintahan daerah adalah
penyelenggara urusan pemerintah di daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini menjadi dasar
bagi seluruh pemerintahan daerah untuk dapat menjalankan roda pemerintahan
(termasuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya) secara lebih
leluasa dan bebas sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan karakteristik daerahnya
masing-masing, kecuali untuk urusan pemerintahan yang dinyatakan oleh
undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat.
Dengan
penyerahan kewenangan dan tanggung jawab pembinaan penyelenggaraan rumah susun
yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan kepada
daerah, maka daerah wajib melaksanakan arah kebijakan dan strategi nasional di
bidang rumah susun yang telah digariskan sesuai kewenangannya.
Pada
dasarnya lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
mengklasifikasi pembangunan rumah susun yakni, pembangunan rumah susun umum,
rumah susun khusus, rumah susun negara dan rumah susun komersial berdasarkan
kelompok sasaran, pelaku, dan sumber daya pembangunan.
Pembangunan
rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara adalah tanggung jawab
pemerintah, dimana dapat dibangun di atas tanah hak milik ; hak guna bangunan
atau hak pakai atas tanah negara ; serta
hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Selain itu lembaga
nirlaba dan badan usaha dapat melaksanakan pembangunan rumah susun khusus dan
rumah susun umum.
Bahwa
pemanfaatan barang milik negara/ daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah
susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merujuk hal tersebut maka ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pemanfaatan barang milik daerah/
negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/ Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaaan Barang Milik Daerah.
Berdasarkan
hal tersebut Penulis tertarik untuk membahas mengenai PENGELOLAAN
RUMAH SUSUN NEGARA SEBAGAI BAGIAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH : (Pelaksanaan Sewa dan Kerjasama Pemanfaan
Barang Milik Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah)
B.
PEMBAHASAN
Kebijakan
pengaturan rumah susun di Indonesia pada awalnya dituangkan di dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, namun telah dicabut
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Yang
dimaksud rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distruktur secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.
Bahwa
penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan
perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta
peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan
dan bertanggung jawab.
1.
Imam Kuswahyono, menyatakan bahwa
tujuan pembangunan rumah susun, yaitu
[6] : Sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak di suatu lingkungan yang sehat.
2.
Sebagai upaya untuk mewujudkan
pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang.
3.
Sebagai upaya untuk meremajakan
daerah-daerah kumuh.
4.
Sebagai upaya untuk mengoptimalkan
sumber daya yang berupa tanah di perkotaan.
5.
Sebagai paya untuk mendorong
pembangunan pemukiman yang berkepadatan tinggi.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan rumah
susun untuk :
a)
menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta
menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial,
dan budaya;
b)
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang
dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
c)
mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan
permukiman kumuh;
d)
mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang
serasi, seimbang, efisien, dan produktif;
e)
memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang
kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;
f)
memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang
pembangunan rumah susun;
g)
menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak
dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis,
dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang
terpadu; dan
h)
memberikan kepastian hukum dalam penyediaan,
kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
Negara
bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya
dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini
Menteri pada tingkat nasional ;
gubernur pada tingkat provinsi; dan
bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi Pembinaan
sebagaimana dimaksud meliputi perencanaan;
pengaturan; pengendalian; dan pengawasan.
Bahwa
perencanaan rumah susun merupakan satu kesatuan yang utuh dari perencanaan
pembangunan nasional dan merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan
daerah. Perencanaan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat
kewenangannya serta melibatkan peran serta masyarakat.
Perencanaan
sebagaimana dimaksud disusun pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
dengan memperhatikan kebijakan dan strategi nasional di bidang rumah susun
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana Perencanaan pada
tingkat nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan
pembangunan rumah susun pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara untuk kegiatan pengaturan
meliputi :
a)
pembangunan;
b)
penguasaan, pemilikan, dan
pemanfaatan;
c)
pengelolaan;
d)
peningkatan kualitas;
e)
kelembagaan; dan
f)
pendanaan dan sistem pembiayaan
Kegiatan
Pengendalian rumah susun oleh pemerintah dilakukan untuk menjamin
penyelenggaraan rumah susun sesuai dengan tujuannya.
Kegiatan
Pengawasan meliputi pemantauan,
evaluasi, dan tindakan koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pada
prinsipnya rumah susun harus memenuhi
persyaratan teknis dan persyaratan administratif serta ekologis, yang diatur
lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah.
Persyaratan teknis adalah mutlak harus dipenuhi dalam pembangunan rumah
susun, sebab hal ini menjadi tolak ukur dalam menentukan suatu rumah susun
layak untuk ditempati yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta
intensitas dan arsitektur bangunan; dan keandalan bangunan yang meliputi
persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Persyaratan yang
tak kalah pentingnya adalah persyaratan ekologis yang merupakan salah satu perubahan aturan tentang rumah susun.[7]
Persyaratan
administratif pembangunan rumah susun meliputi status hak tanah dan izin
mendirikan bangunan sebagaimana diamanatkan UU Nomor 20 Tahun 2011. Bandingkan
dengan persyaratan administratif sebagaimana diamanatkan UU Nomor 16 Tahun
1985, dimana status hak tanah tersebut diatur berupa tanah hak milik, tanah hak
guna bangunan, hak pakai atas tanah negara
atau hak pengelolaan. Dengan demikian terlihat UU Rumah Susun (UU Nomor 20
Tahun 2011) memberikan keleluasaan untuk membangun rumah susun diatas tanah
sewa dengan catatan harus melampirkan perjanjian tertulis pemanfaatan dan
pendayagunaan tanah.
Bahwa
berdasarkan Pasal 18 dan 19 UU Nomor 20 Tahun 2011 (UU tentang Rumah Susun),
selain pembangunan rumah susun diatas tanah sebagai berikut : hak milik; hak
guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan hak guna bangunan atau hak
pakai di atas hak pengelolaan, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus
dapat dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik
negara/daerah berupa tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
Pemanfaatan
barang milik negara/daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan.
Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Mengingat
bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan, maka pedoman
pelaksanaan sewa atau kerjasama pemanfaatan mempedomani peraturan
perundang-undangan yang khusus untuk pengelolaan barang milik daerah.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/ Daerah, maka bentuk pemanfaatan atas
barang milik daerah meliputi :
a.
sewa;
b.
pinjam pakai;
c.
kerjasama pemanfaatan;
d.
bangun guna serah dan bangun serah
guna.
Bahwa pemanfaatan barang milik daerah
berupa tanah untuk pembangunan rumah susun yang
dilaksanakan dengan cara sewa
dilaksanakan sebagai berikut :
(1)
penyewaan barang milik negara atas
tanah dan/atau bangunan dapat berupa :
a)
barang milik daerah atas tanah
dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola
barang;
b)
barang milik daerah atas tanah
dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada
gubernur/bupati/walikota;
c)
milik daerah atas tanah dan/atau
bangunan yang sebagaian masih digunakan
oleh pengguna barang
(2)
Penyewaan atas barang milik negara
yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang dilaksanakan
oleh pengelola barang.
(3)
Penyewaan atas barang milik daerah
yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/bupati/walikota
dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan
gubernur/bupati/walikota.
(4)
Barang milik negara/daerah dapat
disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/daerah.
(5)
Jangka waktu penyewaan barang milik
negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang.
(6)
Penetapan formula besaran tarif sewa
atas barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.
(7)
Penyewaan dilaksanakan berdasarkan
surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
a)
pihak-pihak yang terikat dalam
perjanjian;
b)
jenis, luas atau jumlah barang,
besaran sewa, dan
c)
jangka waktu;
d)
tanggung jawab penyewa atas biaya
operasional dan
e)
pemeliharaan selama jangka waktu
penyewaan;
f)
persyaratan lain yang dianggap perlu.
(8)
Hasil penyewaan merupakan penerimaan
daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke kas daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah diatur
tentang kerjasama pemanfaatan yakni :
(1)
Kerjasama pemanfaatan terhadap barang
milik daerah dengan pihak lain dalam rangka optimalisasi dayaguna dan hasil
guna barang milik daerah dan dalam rangka menambah/meningkatkan penerimaan
daerah;
(2)
Kerjasama pemanfaatan barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna
kepada Kepala Daerah dan sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan
oleh pengguna dan barang daerah selain tanah dan/atau bangunan;
(3)
Kewenangan penetapan kerjasama
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah
diserahkan pengguna, dilaksanakan oleh Pengelola setelah mendapat persetujuan
Kepala Daerah;
(4)
Kewenangan penetapan kerjasama
pemanfaatan sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan oleh
pengguna selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengguna setelah
mendapat persetujuan Pengelola;
(5)
Penetapan dan kewajiban mitra
kerjasama.
a)
mitra kerjasama pemanfaatan barang
milik daerah ditetapkan melalui tender/lelang dengan sekurang kurangnya 5
peserta/peminat, apabila setelah 2 kali berturut-turut diumumkan, peminatnya
kurang dari 5, dapat dilakukan proses pemilihan langsung atau penunjukan
langsung melalui negosiasi baik teknis maupun harga;
b)
pengecualian sebagaimana pada angka
1), dapat dilakukan penunjukan langsung terhadap kegiatan yang bersifat khusus
seperti penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk keperluan kebun binatang
(pengembang biakan/pelestarian satwa langka), pelabuhan laut, pelabuhan udara,
pengelolaan limbah, pendidikan dan sarana olah raga dan dilakukan negosiasi
baik teknis maupun harga;
c)
mitra kerjasama pemanfaatan harus
membayar kontribusi tetap ke rekening kas daerah setiap tahun selama jangka
waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil
kerjasama pemanfaatan;
d)
Besaran kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan berdasarkan hasil
perhitungan Tim yang dibentuk dengan Keputusan Kepala daerah ;
e)
jangka waktu pemanfaatan paling lama
30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang;
f)
mitra kerjasama pemanfaatan dilarang
menjaminkan obyek kerjasama pemanfaatan yaitu tanah dan/atau bangunan;
g)
biaya pengkajian, penelitian,
penaksir dan pengumuman lelang, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
h)
Biaya yang berkenaan dengan persiapan
dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas,
tidak dapat dibebankan pada Pihak Ketiga;
(6)
Prosedur/tatacara kerjasama
pemanfaatan.
Permohonan kerjasama pemanfaatan
ditujukan kepada Panitia Tender/lelang
dan dilengkapi data-data sebagai berikut:
a)
akte pendirian;
b)
memiliki SIUP sesuai bidangnya;
c)
telah melakukan kegiatan usaha sesuai
bidangnya;
d)
mengajukan proposal;
e)
memiliki keahlian dibidangnya;
f)
memiliki modal kerja yang cukup; dan
g)
Data teknis .
(7)
Pelaksanaan kerjasama pemanfaatan
atas barang milik daerah ditetapkan dalam Surat Perjanjian yang memuat antara
lain :
a)
pihak-pihak yang terikat dalam
perjanjian;
b)
obyek kerjasama pemanfaatan;
c)
jangka waktu kerjasama pemanfaatan;
d)
pokok- pokok mengenai kerjasama
pemanfaatan;
e)
data barang milik daerah yang menjadi
objek kerjasama pemanfaatan;
f)
hak dan kewajiban para pihak yang
terikat dalam perjanjian;
g)
besarnya kontribusi tetap dan
pembagian hasl keuntungan ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dan
dicantumkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan.
h)
Sanksi;
i)
Surat Perjanjian ditandatangani oleh
pengelola atas nama Kepala Daerah dan mitra kerjasama; dan
j)
Persyaratan lain yang dianggap perlu.
C.
KESIMPULAN
Berdasarkan Pembahasan diatas, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Bahwa pembangunan rumah susun selain di atas milik hak milik; hak guna
bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan hak guna bangunan atau hak pakai
di atas hak pengelolaan. rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat
dibangun dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah dilakukan
dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan.
2.
Bahwa Pelaksanaan sewa atau kerja
sama pemanfaatan atas barang milik
negara/daerah berupa tanah dilakukan dengan mempedomani Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Ari S
Hutagalung, Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun, Jakarta
Punca Karma, 1990
Imam
Kuswahyono, Hukum Rumah Susun suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Malang,
Bayumedia, 2004
Komarudin,
Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Jakarta,
Yayasan REI-Rakasindo, 1990
Ridwan
Halim, Hak Milik, Kondominium
dan Rumah Susun, Jakarta Punca Karma, 1990.
Urip Santoso, Pendaftaran
dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta, Edisi 1, Kencana, 2010
[1] Lihat Penjelasan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
[2] Ari S Hutagalung, Condominium
dan Permasalahannya, Jakarta, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998, Halaman 2.
[3] Ridwan Halim, Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun, Jakarta Punca Karma, 1990, Halaman 299.
[4] Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta, Edisi 1, Kencana, 2010, Halaman 77
[5] Komarudin, Menelusuri
Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Jakarta,
Yayasan REI-Rakasindo, 1990,Halaman 165.
[6] Imam Kuswahyono, Hukum
Rumah Susun suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Malang, Bayumedia, Halaman 22.
[7] Bandingkan dengan UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun yang tidak mencantumkan tentang persyaratan ekologis.
Comments
Post a Comment