PENGELOLAAN RUMAH SUSUN NEGARA SEBAGAI BAGIAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH : (Pelaksanaan Sewa dan Kerjasama Pemanfaan Barang Milik Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah)

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN NEGARA SEBAGAI BAGIAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH :  (Pelaksanaan Sewa dan Kerjasama Pemanfaan Barang Milik Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah)

Oleh :
M. REZHA FAHLEVIE
(Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Hukum Univ. Andalas, NIM. 1320112037)



A.           PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1), menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif. Oleh karena itu negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau[1].
Tanggung jawab negara  yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah dalam pemenuhan hak akan tempat tinggal diwujudkan dalam bentuk pembangunan perumahan sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan dasar yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pembangunan perumahan dimaksud ditujukan dalam rangka agar masyarakat dapat menempati hunian dan tempat tinggal yang layak, sehat, serasi dan teratur. Sehingga persoalan penataan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dan terjadi kantong-kantong kawasan kumuh dapat diantisipasi.
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternative pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara peremajaan kota bagi daerah kumuh.[2]
Dengan pembangunan rumah susun, sebidang tanah dapat digunakan secara optimal untuk menjadi tempat tinggal bertingkat yang dapat menampung sekian dan sebanyak mungkin orang. Melalui pembangunan rumah susun, optimasi penggunaan tanah secara vertikal sampai beberapa tingkat akan lebih efektif daripada optimasi penggunaan tanah secara horizontal.[3]
Pembangunan rumah susun di samping merupakan salah satu alternative pemenuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian bagi warga kota yang padat penduduknya, juga merupakan pengembangan wilayah kota secara vertikal. Pembangunan rumah susun dapat dikonsumsikan untuk masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas, menengah dan ke bawah. Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau pengembang. Dari aspek penguasaannya , rumah susun dapat dikuasai dengan cara pemilikan atau sewa menyewa.[4]
Saat ini di Indonesia di kenal beberapa tipe tumah susun :
1.             Rumah susun mewah, yang penghuninya sebagian  adalah tenaga kerja asing.
2.             Rumah susun golongan menengah yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
3.             Rumah susun sederhana yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
4.             Rumah susun murah yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah kebawah.[5]

Jika pada awalnya pembangunan rumah susun dititik beratkan pada kawasan perkotaan saja sebagai bagian antisipasi mengatasi persoalan “konflik urban”, maka lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun menggantikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dipandang tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan rumah susun.
Hal yang menarik dengan terbitnya Undang-Undang tentang Rumah Susun ini adalah penyerahan tanggung jawab pengelolaan rumah susun juga dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini bupati/ walikota.
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, menyatakan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintah di daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini menjadi dasar bagi seluruh pemerintahan daerah untuk dapat menjalankan roda pemerintahan (termasuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya) secara lebih leluasa dan bebas sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan karakteristik daerahnya masing-masing, kecuali untuk urusan pemerintahan yang dinyatakan oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat.
Dengan penyerahan kewenangan dan tanggung jawab pembinaan penyelenggaraan rumah susun yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan kepada daerah, maka daerah wajib melaksanakan arah kebijakan dan strategi nasional di bidang rumah susun yang telah digariskan sesuai kewenangannya.
Pada dasarnya lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, mengklasifikasi pembangunan rumah susun yakni, pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara dan rumah susun komersial berdasarkan kelompok sasaran, pelaku, dan sumber daya pembangunan.
Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara adalah tanggung jawab pemerintah, dimana dapat dibangun di atas tanah hak milik ; hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara  ; serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Selain itu lembaga nirlaba dan badan usaha dapat melaksanakan pembangunan rumah susun khusus dan rumah susun umum.
Bahwa pemanfaatan barang milik negara/ daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Merujuk hal tersebut maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemanfaatan barang milik daerah/ negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaaan Barang Milik Daerah.
Berdasarkan hal tersebut Penulis tertarik untuk membahas mengenai PENGELOLAAN RUMAH SUSUN NEGARA SEBAGAI BAGIAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH :  (Pelaksanaan Sewa dan Kerjasama Pemanfaan Barang Milik Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah)





B.           PEMBAHASAN
Kebijakan pengaturan rumah susun di Indonesia pada awalnya dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, namun telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Yang dimaksud rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distruktur secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.
Bahwa penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab.
1.             Imam Kuswahyono, menyatakan bahwa tujuan pembangunan rumah susun,     yaitu [6] : Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak di suatu lingkungan yang sehat.
2.             Sebagai upaya untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang.
3.             Sebagai upaya untuk meremajakan daerah-daerah kumuh.
4.             Sebagai upaya untuk mengoptimalkan sumber daya yang berupa tanah di perkotaan.
5.             Sebagai paya untuk mendorong pembangunan pemukiman yang berkepadatan tinggi.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan rumah susun untuk :
a)            menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;

b)           meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c)            mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

d)            mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;

e)            memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;

f)              memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

g)            menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

h)            memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini  Menteri pada tingkat nasional ;  gubernur pada tingkat provinsi; dan  bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi Pembinaan sebagaimana dimaksud meliputi perencanaan;  pengaturan; pengendalian; dan pengawasan.
Bahwa perencanaan rumah susun merupakan satu kesatuan yang utuh dari perencanaan pembangunan nasional dan merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat kewenangannya serta melibatkan peran serta masyarakat.
Perencanaan sebagaimana dimaksud disusun pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan kebijakan dan strategi nasional di bidang rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana Perencanaan pada tingkat nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan pembangunan rumah susun pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Sementara untuk kegiatan pengaturan meliputi :
a)            pembangunan;
b)           penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan;
c)            pengelolaan;
d)            peningkatan kualitas;
e)            kelembagaan; dan
f)              pendanaan dan sistem pembiayaan
Kegiatan Pengendalian rumah susun oleh pemerintah dilakukan untuk menjamin penyelenggaraan rumah susun sesuai dengan tujuannya.
Kegiatan Pengawasan  meliputi pemantauan, evaluasi, dan tindakan koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada prinsipnya  rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan administratif serta ekologis, yang diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah.  Persyaratan teknis adalah mutlak harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, sebab hal ini menjadi tolak ukur dalam menentukan suatu rumah susun layak untuk ditempati yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Persyaratan yang tak kalah pentingnya adalah persyaratan ekologis yang merupakan salah  satu perubahan aturan tentang rumah susun.[7]
Persyaratan administratif pembangunan rumah susun meliputi status hak tanah dan izin mendirikan bangunan sebagaimana diamanatkan UU Nomor 20 Tahun 2011. Bandingkan dengan persyaratan administratif sebagaimana diamanatkan UU Nomor 16 Tahun 1985, dimana status hak tanah tersebut diatur berupa tanah hak milik, tanah hak guna  bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan. Dengan demikian terlihat UU Rumah Susun (UU Nomor 20 Tahun 2011) memberikan keleluasaan untuk membangun rumah susun diatas tanah sewa dengan catatan harus melampirkan perjanjian tertulis pemanfaatan dan pendayagunaan tanah.
Bahwa berdasarkan Pasal 18 dan 19 UU Nomor 20 Tahun 2011 (UU tentang Rumah Susun), selain pembangunan rumah susun diatas tanah sebagai berikut : hak milik; hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan. Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengingat bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan dan tanggung jawab  untuk melaksanakan pembangunan, maka pedoman pelaksanaan sewa atau kerjasama pemanfaatan mempedomani peraturan perundang-undangan yang khusus untuk pengelolaan barang milik daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, maka bentuk pemanfaatan atas  barang milik daerah meliputi :
a.             sewa;
b.            pinjam pakai;
c.             kerjasama pemanfaatan;
d.             bangun guna serah dan bangun serah guna.
Bahwa pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun yang  dilaksanakan dengan  cara sewa dilaksanakan sebagai berikut :
(1)         penyewaan barang milik negara atas tanah dan/atau bangunan dapat berupa :
a)            barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang;
b)           barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/bupati/walikota;
c)            milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang  sebagaian masih digunakan oleh pengguna barang
(2)         Penyewaan atas barang milik negara yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang dilaksanakan oleh pengelola barang.
(3)         Penyewaan atas barang milik daerah yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/bupati/walikota dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
(4)         Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/daerah.
(5)         Jangka waktu penyewaan barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang.
(6)         Penetapan formula besaran tarif sewa atas barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.
(7)         Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
a)            pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b)           jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan
c)            jangka waktu;
d)            tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan
e)            pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;
f)              persyaratan lain yang dianggap perlu.
(8)         Hasil penyewaan merupakan penerimaan daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke kas daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah diatur tentang kerjasama pemanfaatan yakni :
(1)         Kerjasama pemanfaatan terhadap barang milik daerah dengan pihak lain dalam rangka optimalisasi dayaguna dan hasil guna barang milik daerah dan dalam rangka menambah/meningkatkan penerimaan daerah;
(2)         Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada Kepala Daerah dan sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna dan barang daerah selain tanah dan/atau bangunan;
(3)         Kewenangan penetapan kerjasama pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan pengguna, dilaksanakan oleh Pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah;
(4)         Kewenangan penetapan kerjasama pemanfaatan sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan oleh pengguna selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengguna setelah mendapat persetujuan Pengelola;
(5)         Penetapan dan kewajiban mitra kerjasama.
a)            mitra kerjasama pemanfaatan barang milik daerah ditetapkan melalui tender/lelang dengan sekurang kurangnya 5 peserta/peminat, apabila setelah 2 kali berturut-turut diumumkan, peminatnya kurang dari 5, dapat dilakukan proses pemilihan langsung atau penunjukan langsung melalui negosiasi baik teknis maupun harga;
b)           pengecualian sebagaimana pada angka 1), dapat dilakukan penunjukan langsung terhadap kegiatan yang bersifat khusus seperti penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk keperluan kebun binatang (pengembang biakan/pelestarian satwa langka), pelabuhan laut, pelabuhan udara, pengelolaan limbah, pendidikan dan sarana olah raga dan dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga;
c)            mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;
d)            Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan Tim yang dibentuk dengan Keputusan Kepala daerah ;
e)            jangka waktu pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang;
f)              mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan obyek kerjasama pemanfaatan yaitu tanah dan/atau bangunan;
g)            biaya pengkajian, penelitian, penaksir dan pengumuman lelang, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
h)            Biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas, tidak dapat dibebankan pada Pihak Ketiga;
(6)         Prosedur/tatacara kerjasama pemanfaatan.
Permohonan kerjasama pemanfaatan ditujukan kepada Panitia Tender/lelang  dan dilengkapi data-data sebagai berikut:
a)            akte pendirian;
b)           memiliki SIUP sesuai bidangnya;
c)            telah melakukan kegiatan usaha sesuai bidangnya;
d)            mengajukan proposal;
e)            memiliki keahlian dibidangnya;
f)              memiliki modal kerja yang cukup; dan
g)            Data teknis .
(7)         Pelaksanaan kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah ditetapkan dalam Surat Perjanjian yang memuat antara lain :
a)            pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b)           obyek kerjasama pemanfaatan;
c)            jangka waktu kerjasama pemanfaatan;
d)            pokok- pokok mengenai kerjasama pemanfaatan;
e)            data barang milik daerah yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan;
f)              hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
g)            besarnya kontribusi tetap dan pembagian hasl keuntungan ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dan dicantumkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan.
h)            Sanksi;
i)              Surat Perjanjian ditandatangani oleh pengelola atas nama Kepala Daerah dan mitra kerjasama; dan
j)              Persyaratan lain yang dianggap perlu.


C.           KESIMPULAN
Berdasarkan Pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.             Bahwa pembangunan rumah susun  selain di atas milik hak milik; hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan.
2.             Bahwa Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan  atas barang milik negara/daerah berupa tanah dilakukan dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah

DAFTAR PUSTAKA

Ari S Hutagalung, Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun, Jakarta Punca Karma, 1990
Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Malang, Bayumedia, 2004
Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Jakarta, Yayasan REI-Rakasindo, 1990
Ridwan Halim,  Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun, Jakarta Punca Karma, 1990.
Urip  Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta, Edisi 1, Kencana, 2010




[1]  Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
[2] Ari S Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998, Halaman 2.

[3] Ridwan Halim,  Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun, Jakarta Punca Karma, 1990, Halaman 299.

[4] Urip  Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta, Edisi 1, Kencana, 2010, Halaman 77
[5] Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Jakarta, Yayasan REI-Rakasindo, 1990,Halaman 165.

[6] Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Malang, Bayumedia, Halaman 22.
[7] Bandingkan dengan UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang tidak mencantumkan tentang persyaratan ekologis.

Comments

Popular Posts